BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan
pariwisata mempunyai peranan penting karena disamping sebagai penggerak
perekonomian juga diharapkan meningkatkan kesempatan kerja dan peningkatan
pendapatan masyarakat selain itu pariwisata juga merupakan salah satu bentuk
pemenuhan kebutuhan masyarakat akan kepuasan terhadap hal-hal yang bersifat
batiniah. Dalam rangka memanfaatkan peluang pariwisata yang secara prospektif dapat
menguntungkan, maka diperlukan juga iklim usaha yang kondusif agar dapat
menjamin berlangsungnya kegiatan pariwisata, serta membuka peluang investasi
guna meningkatkan aktifitas pariwisata.
Selanjutnya
melalui pengelolaan berbagai potensi secara optimal diharapkan akan dapat
menarik dunia usaha untuk melakukan kegiatan penanaman modal di Kabupaten
Malang dapat dipastikan bahwa aktivitas ekonomi akan meningkat dan pada
gilirannya akan mengangkat kesejahteraan masyarakat dampaknya akan berpengaruh
sekali terhadap peningkatan pendapatan asli daerah.
Kabupaten
Malang yang kondisi geografisnya terdiri dari wilayah pegunungan dan dataran
lembah serta perairan pantai membentuk bentangan-bentangan alam yang indah
dengan patahan-patahan geologi yang menciptakan adanya air terjun hamparan
pantai yang luas dan berpasir putih, hal ini memungkinkan sekali dipacunya
pertumbuhan dan pengembangan wilayah Kabupaten Malang berbasis pada pariwisata
dengan ditunjang oleh sumber daya alam dan sektor-sektor ekonomi unggulan seperti
pertanian peternakan perikanan industri pertambangan dan pariwisata itu
sendiri. Pengembangan pariwisata dapat ditempuh melalui pengadaan paket wisata,
pengembangan jalur wisata, pengadaan sarana dan prasarana penunjang pariwisata
seperti hotel dan penginapan serta peningkatan aksesbilitas dengan meningkatkan
kondisi jalan dan penyediaan sarana transportasi menuju obyek wisata.
Sejarah
terbentuknya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Malang, Pada tahun 1989
sampai dengan 1996 waktu itu masih berstatus Cabang Dinas Pariwisata Provinsi
Jawa Timur di Malang yang berkantor di Jalan Kawi 41 Malang menjadi satu dengan
komplek Gedung APDN Malang, Kepala Cabang Dinas Pariwisata saat itu dipimpin
oleh Bapak SUNARDI (almarhum).
Pada tahun 1996 sampai dengan 2004 terjadi perubahan dari Cabang
Dinas Pariwisata Provinsi Jawa Timur di Malang menjadi Dinas Pariwisata Daerah
Kabupaten Malang dengan alamat kantor Jalan Gede No. 6 Malang yang dipimpin
oleh Kepala Dinas :
1. SUNARDI pada tahun 1996 sampai dengan 1999
2. Dra. HARSIARI pada tahun
1999 sampai dengan 2001
3. Drs. NURYANTO, MM pada tahun 2001 sampai dengan 2004
Pada tahun 2004 sampai 2008 terjadi perubahan lagi sesuai dengan
Peraturan Bupati Malang dengan Nomor: 90 Tahun 2004 dari Dinas Pariwisata Daerah Kabupaten Malang
menjadi Dinas Perhubungan dan Pariwisata Kabupaten Malang dengan alamat kantor
Jalan KH. Agus Salim No. 7 Malang yang dipimpin oleh seorang Kepala Dinas
Perhubungan dan Pariwisata Kabupaten Malang yaitu Bapak Purnadi, SH. MSi.
Sedangkan pada tahun 2008 sampai 2013 terjadi perubahan lagi sesuai
dengan Peraturan Bupati Malang Nomor: 11 Tahun 2008 dari Dinas Perhubungan dan
Pariwisata Kabupaten Malang menjadi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten
Malang yang berkantor di Jalan Raya Singosari No. 275 Singosari – Malang dan dipimpin oleh Kepala Dinas:
1. Bapak PURNADI, SH. MSi. pada tahun 2008 sampai dengan tahun 2010
2. Ibu RATNA NURHAYATI, MSi. pada tahun 2010 sampai dengan tahun 2013
Setelah Ibu RATNA NURHAYATI,
MSi. Menjabat sebagai Kepala Dinas pada tahun 2010 sampai dengan tahun 2013
digantikan oleh Bapak Made Arya Wedanthara, SH, M.Si yang sebelumnya menjabat
sebagai Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga.
1.2 Visi dan Misi Dinas Pariwisata
dan Kebudayaan Kabupaten Malang
Ø Visi
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata sebagai
unsur pelaksana otonomi daerah di bidang Kebudayaan dan Pariwisata dan salah
satu pelaku pembangunan Kebudayaan dan Pariwisata daerah merumuskan Visi
sebagai berikut :
“
TERWUJUDNYA KEPARIWISATAAN KABUPATEN MALANG YANG BERBASIS MASYARAKAT “
Ø Misi
Selanjutnya untuk mewujudkan Visi tersebut
guna memberikan arah dan tujuan ingin dicapai, maka ditetapkan Misi sebagai
berikut :
a. Membangun jati diri dan citra
kepariwisataan Kabupaten Malang yang berbasis masyarakat;
b. Mendorong perkembangan kepariwisataan Kabupaten Malang yang
berkualitas dan memiliki daya saing melalui :
1. Pengembangan obyek dan daya tarik wisata yang
berdasarkan kearifan lokal;
2. Membangun sarana dan prasarana dalam
keselarasan dan keharmonisan lingkungan;
3. Mewujudkan kualitas pelayanan yang baik pada
masyarakat;
4.
Mengoptimalkan sarana informasi dan menyelenggarakan promosi yang lebih
berkualitas;
c. Meningkatkan peran serta masyarakat
1.3 Struktur Organisasi Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten malang
Struktur organisasi adalah suatu
susunan antara tiap bagian serta posisi yang ada pada organisasi atau
perusahaan dalam menjalankan kegiatan oprasional untuk mencapai tujuan yang
diharapkan dan diinginkan. Struktur organisasi menggambarkan dengan jelas
pemisahan kegiatan pekerjaan antara yang satu dengan yang lain dan bagaimana
hubungan aktifis dan fungsi dibatasi.
1.1 Gambar
struktur organisasi dinas pariwisata dan kebudayaan kabupaten Malang.
Berdasarkan
peraturan Bupati Malang Nomor : 11 tahun 2008 tentang Organisasi perangkat
Daerah Dinas Pariwisata dan Kebudayaan terdiri dari susunan organisasi dan
tugas pokok fungsinya sebagai berikut :
1.2.1 Organisasi Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Kabupaten malang
( 1 ) Susunan orgnaisasi Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan terdiri dari :
a. Kepala Dinas
b. Sekretaris
c. Bidang Kebudayaan
d. Bidang Usaha Jasa dan Sarana
Wisata
e. Bidang Pemasaran
f. Bidang Obyek Wisata
g. UPTD
h. Kelompok Jabatan Fungsional.
(2) Sekretariat Bidang dan UPTD sebagaimana dimaksud pada ayat 1
masing-masing dipimpin oleh seorang Sekretaris, Kepala Bidang dan Kepala UPTD
yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas.
(3) Kelompok Jabatan Fungsional
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h, masing-masing dipimpin oleh seorang
Tenaga Fungsional senior yang ditunjuk oleh Kepala Dinas, yang berada di bawah
dan bertanggungjawab kepada Kepala Dinas atau pejabat lain yang ditunjuk oleh
Kepala Dinas sesuai dengan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
1.2.2
Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Malang
Dalam
melaksanakan tugas pokok dan fungsinya Dinas pariwisata dan Kebudayaan
merupakan unsur pelaksana otonomi Daerah
di bidang Pariwisata dan Kebudayaan. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan dipimpin
oleh seorang Kepala Dinas yang berada di bawah dan bertanggungjawab langsung
kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah .
1. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan mempunyai
tugas :
a.
melaksanakan urusan pemerintahan bidang kebudayaan dan pariwisata berdasarkan
azazotonomi dan tugas pembantu;
b. melaksanakan tugas-tugas lain yang
diberikan oleh Bupati sesuai dengan bidang tugasnya.
2.
Untuk melaksanakan tugas sebagaiman di atas dinas pariwisata dan kebudayaan mempunyai
tugas :
a.
Pengumpulan pengelolaan dan pengendalian data yang dibentuk data base serta analisis data untuk penyusunan program
kegiatan
b. Perencanaan strategis pada Dinas Pariwisata
dan Kebudayaan
c. Perumusan kebijakan teknis bidang Pariwisata
dan Kebudayaan
d. Penyelenggaraan pemerintahan
dan pelayanan umum bidang Pariwisata dan Kebudayaan
e.
Pembinaan dan pelaksanaan tugas bidang Pariwisata dan Kebudayaan
f. Pelaksanaan, pengawasan, pengendalian
serta evaluasi dan pelaporan penyeleng- garaan bidang Pariwisata dan Kebudayaan
g. Pelaksanaan standar pelayanan minimal
yang wajib dilaksnakan di bidang Pariwisata dan Kebudayaan
h.
Penyelenggaraan kesekretariatan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
i.
Pembinaan UPTD
j. Pengkoordinasian, integrasi dan
sinkronisasi kegiatan di lingkungan Dinas
k. Pemberian perizinan dan pelaksanaan
pelayanan bidang seni budaya dan pariwisata
l.
Pembinaan kepada masyarakat tentang Pariwisata dan Kebudayaan
m. Pelaksanaan kerjasama dengan
lembaga pemerintah dan lembaga lainnya
n.
Peningkatan pengembangan apresiasi seni budaya
o. Pembinaan pengembangan obyek wisata,
pentas seni budaya, rekreasi dan aneka hiburan.
1.2.3 Kepala Dinas mempunyai tugas :
a. memimpin Dinas Pariwisata dan Kebudayaan dalam perumusan, perencanaan,
kebijakan, pelaksanaan teknis pembangunan dan pemeliharaan fasilitas Pariwisata
dan Kebudayaan serta menyelenggarakan perijinan, pembinaan, koordinasi,
pengawasan dan pengendalian teknis operasional di bidang pariwisata dan
kebudayaan
b. melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai
dengan bidang tugasnya.
4.
Dalam menjalankan fungsinya Sekretaris mempunyai tugas :
a. melaksanakan koordinasi perencanaan, evaluasi dan pelaporan program
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, pengelola urusan kepagawaian, urusan umum yang
meliputi kegiatan surat menyurat, penggandaan, perlengkapan rumah tangga,
hubungan masyarakat, urusan keuangan
b. melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai
dengan bidang tugasnya. Untuk melaksanakan tugasnya Sekretaris mempunyai fungsi
a. perencanaan kegiatan kesekretariatan
b. pengelola urusan administrasi kepegawaian, kesejahteraan dan
pendidikan pelatihan pegawai
c. pengelolaan urusan rumah tangga,
keprotokolan dan hubungan masyarakat
d. penyelenggara pengelola administrasi
keuangan dan kekayaan daerah;
e. penyelenggaraan kegiatan surat-menyurat, pengetikan, penggadaan,
kearsipan;
f. pengelolaan administrasi perlengkapan dan mengurus pemeliharaan,
kebersihan dan penyusunan rencana pembangunan, evaluasi dan pelaporan
g. pengkoordinasian Sekretariat terdiri
dari :
a). Sub Bagian Umum danm
Kepegawaian
b). Sub Bagian Keuangan
c).Sub Bagian Perencanaan, Evaluasi
dan Pelaporan
Dan
masing-masing Sub Bagian sebagaimana dimaksud dipimpin oleh Kepala Sub Bagian
yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada sekretaris.
Ø Sub Bagian Umum dan
Kepegawaian mempunyai tugas :
a.
menyusun rencana kegiatan Sub Bagian Umum dan Kepegawaian;
b. menyelenggarakan, melaksanakan dan
mengelola administrasi kepegawaian,
kesejahteraan pegawai dan pendidikan pelatihan pegawai;
c.
melaksanakan pembinaan organisasi dan ketetalaksanaan, surat menyurat,
kearsipan, rumah tangga, perjalanan dinas, keprotokolan, penyusunan rencana
kebutuhan barang, peralatan, pendistribusian
d.
melaksanakan tata usaha barang, perawatan/penyimpan peralatan kantor dan
pendataan inventaris kantor
e.
menyelenggarakan administrasi perkantoran
f.
mlelaksanakan kebersihan dan keamanan kantor
g. menghimpun, mengelola data, menyusun program
kerja Sub Bagian Umum dan Kepegawaian
h. melaksanakan tugas-tugas lain yang
diberikan oleh Sekretarissesuai dengan bidang tugasnya.
Ø Sub Bagian
Keuangan mempunyai tugas :
a.
menyusun rencana kegiatan Sub Bagian Keuangan
b.
melaksanakan administrasi keuangan yang meliputi pembukuan, pertanggungjawaban
dan verufikasi serta penyusunan anggaran
c.
menyelenggarakan penyusunan laporan dan pertanggungjawaban penyelenggaraan
anggaran satuan kerja
d.
menyiapkan bahan penyusunan rencana strategis Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
e.
menghimpun, mengelola data, menyusun program kerja Sub Bagian Keuangan
f.
melaksanakan pengurusan biaya perpindahan pegawai dan ganti rugi gaji pegawai
serta pembayaran hak-hak keuangan lainnya
g.
melaksanakan evaluasi keuangan terhadap hasil pelaksananan program dan rencana
strategis
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
i.
melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Sekretaris sesuai dengan
bidang tugasnya.
Ø Sub Bagian
Perencananan, Evaluasi dan Pelaporan mempunyai tugas:
a.
menyusun rencana kegiatan Sub Bagian Perencanaan, Evaluasi dan Pelaporan
b. menyiapkan penyiapan bahan dan
melaksanakan koordinasi dalam penyusunan rencana strategis pembangunan
kebudayaan dan pariwisata tibgkat daerah
c. menyiapkan rumusan kebijakan program
kerja dan rencana kerja kegiatan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
d.
menyiapkan dan menyusun bahan pengembangan kerja sama lintas sektoral
e. menyelenggarakan sistem informasi
manajemen dan pelaporan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG
NOMOR 10 TAHUN 2013
TENTANG
PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN
DENCAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI MALANG,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung Kabupaten
Malang sebagai daerah pariwisata berbasis agro dan ekowisata yang dilandasi
oleh norma agama, adat dan nilai budaya sebagai pedoman kehidupan
bermasyarakat, perlu dilestarikan, ditingkatkan dan dikembangkan secara
terpadu, berkelanjutan dan bertanggung jawab
b. bahwa pengaturan penyelenggaraan kepariwisataan
dalam rangka mendukung perkembangan pariwisata di Kabupaten Malang sehingga
dapat mengangkat dan melindungi norma agama, adat dan nilai budaya, kelestarian
alam dan karakteristik daerah;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang
Penyelenggaraan Kepariwisataan;
Mengingat. 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945
2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang
Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten di Lingkungan Propinsi Jawa Timur (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 41), sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1965 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotapraja
Surabaya dan Daerah Tingkat II Surabaya dengan mengubah Undang-Undang Nomor 12
Tahun 1950, tentang Pembentukan Daerah-daerah Kota Besar dalam Lingkungan
Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Daerah Istimewa Yoorakarta
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 19, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 2730)
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981
Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209)
4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang
Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nornor
3419);
5. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 22,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821);
6. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279);
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah
diubah beberapa kali, terakhir dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
8. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4438);
9. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
10. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966);
11. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5059);
12. Undang-Undang Nomor ll Tahun 2010 tentang Cagar
Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 130, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5168);
13. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
14. Peraturan
Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258), sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 90, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5145);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 1996 tentang
Penyelenggaraan Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996
Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3658);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang
Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4593);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi,
dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
18. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2010 tentang
Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan
Raya dan Taman Wisata Alam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor
44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5116);
19. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 tentang
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010-2025 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5262);
20. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2012 tentang
Sertifikasi Kompetensi dan Sertifikasi Usaha di Bidang Pariwisata (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5311);
21. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun
2009 tentang Pedoman Pengembangan Ekowisata di Daerah;
22. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun
2011 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2011 Nomor 694);
23. Peraturan Daerah Kabupaten Malang Nomor 10 Tahun
2007 tentang Kewenangan Pemerintahan Kabupaten Malang Dalam Urusan Pemerintahan
Wajib dan Pilihan (Lembaran Daerah Kabupaten Malang Tahun 2007 Nornor 2/ E);
24. Peraturan Daerah Kabupaten Malang Nomor 1 Tahun
2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Malang
Tahun 2008 Nomor 1/ D), sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan
Peraturan Daerah Kabupaten Malang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua
atas Peraturan Daerah Kabupaten Malang Nomor 1 Tahun 2008 tentang Organisasi
Perangkat Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Malang Tahun 2012 Nomor 1/D).
25. Peraturan Daerah Kabupaten Malang Nomor 3 Tahun
2010 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Malang (Lembaran Daerah Kabupaten
Malang Tahun 2010 Nornor 2/E);
26. Peraturan Daerah Kabupaten Malang Nomor 11 Tahun
2011 tentang Pembentukan Peraturan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Malang
Tahun 2011 Nomor 6/ E);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN MALANG dan
BUPATI MALANG
MEMUTUSKAN•.
Menetapkan . PERATURAN DAERAH TENTANG
PENYELENGGARAAN REPARIWISATAAN.
BAB 1
KETENTUAN UMUM
Pasai 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Kabupaten Malang.
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten
Malange
3. Bupati adalah Bupati Malang. 23-6-2013."
4. Dewan Perwakilan Ralorat Daerah adalah Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Malang.
5. Dinas adalah Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Kabupaten Malang.
6. Orang adalah orang perseorangan yang melakukan
kegiatan kepariwisataan.
7. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang
merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha
yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan Iainnya,
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan
nama dan dalarn bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun,
persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik
atau organisasi Iainnya, lembaga dan bentuk badan Iainnya.
8. Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan
oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk
tujuan rekreasi, pengembangan pribadi atau mempelajari keunikan daya tarik
wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.
9. Wisatawan adalah orang yang melakukan wisata.
10. Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata
dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat,
pengusaha dan/atau Pemerintah Daerah.
11. Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang
terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang
muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara
wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, Pemerintah Daerah dan
pengusaha.
12. Daya Tarik Wisata adalah segala sesuatu yang
memiliki keunikan, keindahan dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan
alam, budaya dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan
wisatawan.
13. Daerah Tujuan Pariwisata yang selanjutnya
disebut Destinasi Pariwisata adalah kawasan geografis yang berada dalam satu
atau Iebih wilayah administratif yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata,
fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas serta masyarakat yang
saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan.
14. Usaha Pariwisata adalah usaha yang menyediakan
barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan
pariwisata.
15. Produk Pariwisata adalah berbagai jenis komponen
daya tarik wisata, fasilitas pariwisata dan aksesibilitas yang disediakan bagi
dan/atau dijual kepada wisatawan yang saling mendukung secara sinergi dalam
suatu kesatuan sistem untuk terwujudnya pariwisata.
16. Pengusaha Pariwisata adalah orang atau
sekelompok orang yang melakukan kegiatan usaha pariwisata.
17. Industri Pariwisata adalah kumpulan usaha
pariwisata yang saling terkait dalam rangka menghasilkan barang dan/atau jasa
bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dalam penyelenggaraan pariwisata.
18. Kawasan Strategis Pariwisata adalah kawasan yang
memiliki fungsi utama pariwisata atau memiliki potensi untuk pengembangan
pariwisata yang mempunyai pengaruh penting dalam satu atau Iebih aspek, seperti
pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya, pemberdayaan sumber daya alam, daya
dukung lingkungan hidup serta pertahanan dan keamanan.
19. Agrowisata adalah wisata pertanian dengan Obyek
kunjungan daerah pertanian atau perkebunan yang sifatnya khusus, yang telah
dikembangkan sedemikian rupa sehingga berbagai aspek yang terkait dengan jenis
tumbuhan yang dibudidayakan menimbulkan motivasi dan daya tarik wisatawan.
20. Ekowisata adalah kegiatan wisata alam di daerah
yang bertanggungjawab dengan memperhatikan unsur pendidikan, pemahaman, dan
dukungan terhadap usahausaha konservasi sumberdaya alam, serta peningkatan
pendapatan masyarakat lokal.
21. Desa Wisata adalah suatu bentuk integrasi antara
atraksi, akomodasi dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam satu struktur
kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tatacara dan tradisi yang berlaku.
22. Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan,
keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh
pekerja pariwisata untuk mengembangkan profesionalitas kerja.
23. Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat
kepada usaha dan pekerja pariwisata untuk mendukung peningkatan mutu produk
pariwisata, pelayanan dan pengelolaan kepariwisataan.
24. Tanda Daftar Usaha Pariwisata adalah Surat Tanda
Pendaftaran yang dikeluarkan Pemerintah Daerah untuk dapat menyelenggarakan
usaha pariwisata daerah.
25. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk
mencari, mengumpulkan, mengelola data dan/atau keterangan Iainnya untuk menguji
kepatuhan pemenuhan kewajiban di bidang pariwisata.
26. Penyidik Pegawai Negeri Sipil adalah Pejabat
Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diberi
wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk melakukan penyidikan terhadap
pelanggaran peraturan perundang-undangan daerah.
BAB III
ASAS, FUNGSI DAN TUJUAN
Bagian Resatu Asas
Pasal 2
Kepariwisataan diselenggarakan berdasarkan asas:
a. manfaat;
b. kekeluargaan;
c. adil dan merata;
d. keseimbangan;
e. kemandirian;
f. kelestarian;
g. partisipatif;
h. berkelanjutan;
i. demokratis;
j. kesetaraan;
k. kesatuan;
l. menjunjung tinggi norma agama dan nilai budaya;
dan
m. profesionalisme.
Bagian Kedua
Fungsi
Pasal 3
Kepariwisataan di daerah berfungsi memenuhi
kebutuhan jasmani, rohani dan intelektual setiap wisatawan dengan rekreasi dan
perjalanan serta meningkatkan pendapatan daerah untuk mewujudkan kesejahteraan
masyarakat.
Bagian Ketiga Tujuan
Pasal 4
Penyelenggaraan kepariwisataan bertujuan untuk:
a. menumbuhkan sikap saling pengertian dan saling
menghargai antar sesama manusia, memupuk rasa cinta serta kebanggaan terhadap
daerah, tanah air dan bangsa;
b. melestarikan lingkungan dan sumber daya alam;
c. melestarikan
kebudayaan daerah sebagai bagian kebudayaan nasional untuk memperkokoh jati
diri dan mempertahankan serta memelihara keasliannya;
d. mendorong pengembangan sumber daya pada destinasi
pariwisata;
e. memperluas kesempatan berusaha dan lapangan kerja
serta meningkatkan peran serta masyarakat; dan
f. meningkatkan pendapatan masyarakat dan Pemerintah
Daerah.
BAB III
PENYELENGGARA DAN SUMBER DAYA PARIWISATA
Bagian Kesatu
Penyelenggara Pariwisata
Pasal 5
Penyelenggara pariwisata di daerah meliputi:
a. Pemerintah Daerah;
b. Badan atau Perorangan yang terkait langsung atau
tidak langsung dengan industri pariwisata; dan
c. Lembaga pariwisata dan masyarakat.
Bagian Kedua Sumber Daya Pariwisata
Pasal 6
Sumber daya pariwisata di daerah terdiri atas:
a. sumber daya alam;
b. sumber daya manusia; dan
c. sumber daya hasil karya manusia.
Pasal 7
Pemanfaatan sumber daya pariwisata sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 dilakukan dengan memperhatikan prinsip:
a. menjunjung tinggi norma agama dan nilai budaya,
adat istiadat serta nilai-nilai yang tumbuh, hidup dan berkembang di dalam
masyarakat;
b. menjunjung tinggi hak asasi manusia, keragaman
budaya dan kearifan lokal;
c. memelihara kelestarian alam dan lingkungan hidup;
d. memberdayakan masyarakat setempat;
e. meningkatkan kehidupan sosial, ekonomi dan
budaya; dan
f. keamanan, ketertiban, kebersihan, kesejukan,
keindahan, keramahtamahan dan kenangan.
BAB IV
PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN
Pasai 8
Pembangunan kepariwisataan dilakukan secara terpadu
melalui pendekatan kewilayahan dengan mempertimbangkan aspek, sebagai berikut:
a. kesatuan geografis;
b. kesatuan aksesibilitas;
c. sumber daya pariwisata; dan
d. produk wisata dan sasaran pasar.
Pasal 9
Pembangunan kepariwisataan meliputi:
a. industri pariwisata;
b. destinasi pariwisata;
c. pemasaran; dan
d. kelembagaan kepariwisataan.
Pasai 10
(1) Perencanaan dan pengembangan terhadap
pelaksanaan pembangunan kepariwisataan dilakukan secara terpadu dengan sektor
lain.
(2) Perencanaan
dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perencanaan
pembangunan industri pariwisata, destinasi pariwisata, pemasaran dan
kelembagaan kepariwisataan.
Pasai 11
Pemerintah Daerah mendorong penanaman modal dalam
negeri dan penanaman modal asing di bidang kepariwisataan sesuai dengan Rencana
Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah.
BAB V
PRINSIP PENYELENGGAR.A.AN REPARIWISATAAN
Pasai 12
Penyelenggaraan kepariwisataan dilaksanakan dengan
memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. menjunjung tinggi norma agama, adat dan nilai
budaya daerah;
b. menjunjung tinggi hak asasi manusia, keragaman
budaya dan kearifan lokal;
c. memberi manfaat untuk kesejahteraan masyarakat,
keahlian, kesetaraan dan proporsionalitas;
d. memelihara kelestarian alam dan lingkungan hidup;
e. memberdayakan masyarakat setempat;
f. menjamin keterpaduan antar sektor, antar daerah,
antar pusat dan daerah yang merupakan satu kesatuan sistemik dalam kerangka
otonomi daerah serta keterpaduan antar pemangku kepentingan; dan
g. mematuhi kode etik kepariwisataan dunia dan
kesepakatan internasional dalam bidang pariwisata.
BAB VI
KAWASAN STRATEGIS, EKOWISATA, AGROWISATA
DAN DESA WISATA
Bagian Kesatu
Kawasan Strategis
Pasal 13
(1) Penetapan kawasan strategis pariwisata
ditetapkan oleh Pemerintah Daerah dengan memperhatikan aspek:
a. sumber daya pariwisata alam dan budaya yang
potensial menjadi daya tarik pariwisata;
b. potensi pasar;
c. lokasi strategis yang berperan menjaga persatuan
bangsa dan keutuhan wilayah;
d. perlindungan terhadap lokasi tertentu yang
mempunyai peran strategis dalam menjaga fungsi dan daya dukung lingkungan
hidup;
e. lokasi strategis yang mempunyai peran dalam usaha
pelestarian dan pemanfaatan aset budaya;
f. kesiapan dan dukungan masyarakat; dan
g. keunikan wilayah.
(2) Kawasan strategis pariwisata sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dikembangkan untuk berpartisipasi dalam rangka
terciptanya persatuan dan kesatuan bangsa, keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia serta peningkatan kesejahteraan masyarakat.
(3) Kawasan strategis pariwisata harus memperhatikan
aspek budaya, sosial dan agama masyarakat setempat.
(4) Kawasan strategis pariwisata sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) merupakan bagian integral dari
Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah.
Bagian Kedua Ekowisata
Pasal 14
(1) Jenis-jenis ekowisata meliputi:
a. ekowisata bahari;
b. ekowisata hutan;
c. ekowisata pegunungan; dan/atau
d. ekowisata karst.
(2) Penetapan dan pengembangan kawasan ekowisata
oleh Pemerintah Daerah dengan memperhatikan prinsip:
a. kesesuaian antara jenis dan karakteristik
ekowisata;
b. konservasi yaitu melindungi, mengawetkan,
memanfaatkan secara lestari sumber daya alam yang digunakan untuk ekowisata;
c. ekonomis yaitu memberikan manfaat untuk
masyarakat setempat dan menjadi penggerak pembangunan ekonomi di wilayahnya
serta memastikan usaha ekowisata dapat berkelanjutan;
d. edukasi yaitu mengandung unsur pendidikan untuk
mengubah persepsi seseorang agar memiliki kepedulian, tanggung jawab dan
komitmen terhadap pelestarian lingkungan dan budaya;
e. memberikan kepuasan dan pengalaman kepada
pengunjung;
f. partisipasi masyarakat yaitu peran serta
masyarakat dalam kegiatan perencanaan, pemanfaatan, pengendalian ekowisata
dengan menghormati nilai-nilai sosial budaya dan keagamaan masyarakat di
sekitar kawasan; dan
g. menampung kearifan lokal.
(3) Penetapan dan pengembangan kawasan ekowisata
oleh Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui:
a. Perencanaan;
b. pemanfaatan; dan
c. pengendalian.
Bagian Ketiga
Agrowisata
Pasal 15
(1) Penetapan dan pengembangan kawasan Agrowisata
oleh Pemerintah Daerah dengan memperhatikan aspek:
a. perencanaan, pengelolaan, pemeliharaan,
pengamanan dan penggalian potensi kawasan agrowisata;
b. mengintegrasikan rencana pengembangan agrowisata
dengan memperhatikan kebijakan nasional;
c. memberikan manfaat secara berkelanjutan untuk
daerah dan masyarakat setempat;
d. mengandung unsur pengetahuan untuk masyarakat
agar memiliki kepedulian, tanggung jawab dan komitmen terhadap pelestarian
lingkungan agrowisata;
e. peran serta masyarakat dalam kegiatan
perencanaan, pemanfaatan, pengendalian agrowisata dengan menghormati
nilai-nilai sosial dan budaya masyarakat.
(2) Penetapan dan pengembangan kawasan Agrowisata
oleh Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
a. Perencanaan;
b. pemanfaatan; dan
c. pengendalian.
Bagian Keempat
Desa Wisata
Pasal 16
(1) Penetapan dan pengembangan kawasan Desa Wisata
oleh Pemerintah Daerah dengan memperhatikan aspek:
a. jenis dan karakteristik Desa Wisata;
b. memberikan manfaat secara berkelanjutan untuk
daerah dan masyarakat setempat;
c. mengandung unsur pendidikan untuk mengubah
persepsi seseorang agar memiliki kepedulian, tanggung jawab dan komitmen
terhadap pelestarian lingkungan dan budaya;
d. peran serta masyarakat dalam kegiatan
perencanaan, pemanfaatan, pengendalian Desa Wisata dengan menghormati
nilai-nilai sosial budaya masyarakat.
(2) Penetapan dan pengembangan kawasan Desa Wisata
oleh Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
a. perencanaan;
b. pemanfaatan; dan
c. pengendalian.
BAB VII
USAHA PARIWISATA
Pasal 17
(1) Bidang usaha pariwisata meliputi antara Iain:
a. daya tarik wisata;
b. kawasan pariwisata;
c. jasa transportasi wisata;
d. jasa perjalanan wisata;
e. jasa makanan dan minuman;
f. penyediaan akomodasi;
g. penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi;
h. penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif,
konferensi dan pameran;
i. jasa informasi pariwisata;
j. jasa konsultan pariwisata;
k. jasa pramuwisata;
l. wisata tirta;
m. usaha spa.
(2) Pemerintah Daerah dapat menetapkan jenis usaha
pariwisata yang baru selain yang dimaksud pada ayat (1) sebagai akibat
perkembangan teknologi, ekonomi, sosial
Pasal 18
Untuk dapat menyelenggarakan usaha pariwisata
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, pengusaha pariwisata wajib mendaftarkan
usahanya kepada Pejabat yang berwenang.
Pasal 19
Pemerintah Daerah wajib mengembangkan dan melindungi
usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi dalam bidang usaha pariwisata dengan
cara:
a. menetapkan kebijakan pencadangan usaha pariwisata
untuk usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi; dan
b. memfasilitasi kemitraan usaha mikro, kecil,
menengah dan koperasi dengan usaha skala besar.
BAB VIII
HAK, KEWAJIBAN DAN LARANGAN
Bagian Kesatu Hak
Pasal 20
Pemerintah Daerah mengatur dan mengelola urusan
kepariwisataan sesuai dengan kewenangannya dengan berpedoman pada ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 21
(1) Setiap orang berhak:
a. memperoleh kesempatan memenuhi kebutuhan wisata;
b. melakukan usaha pariwisata;
c. menjadi pekerja/pelaku pariwisata; dan
d. berperan dalam proses pembangunan kepariwisataan.
(2) Setiap orang dan/atau masyarakat di dalam dan di
sekitar destinasi pariwisata mempunyai hak prioritas:
a. menjadi pekerja/ pelaku pariwisata;
b. konsinyasi; dan
c. pengelolaan.
Pasal 22
Setiap wisatawan berhak memperoleh:
a. informasi yang akurat mengenai daya tarik wisata;
b. pelayanan kepariwisataan sesuai dengan standar;
c. perlindungan hukum dan keamanan;
d. pelayanan kesehatan;
e. perlindungan hak pribadi; dan
f. perlindungan asuransi untuk kegiatan pariwisata
yang berisiko tinggi.
Pasal 23
Wisatawan yang memiliki keterbatasan fisik,
anak-anak dan lanjut usia berhak mendapatkan fasilitas khusus sesuai dengan
kebutuhannya.
Pasal 24
Setiap pengusaha pariwisata berhak:
a. mendapatkan kesempatan yang sama dalam berusaha
di bidang kepariwisataan;
b. membentuk dan menjadi anggota asosiasi
kepariwisataan;
c. mendapatkan perlindungan hukum dalam berusaha;
dan
d. mendapatkan fasilitas sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua Kewajiban
Pasal 25
Pemerintah Daerah berkewajiban:
a. menyediakan informasi kepariwisataan,
perlindungan hukum, keamanan dan keselamatan kepada wisatawan;
b. menciptakan iklim yang kondusif untuk
perkembangan usaha pariwisata yang meliputi terbukanya kesempatan yang sama
dalam berusaha, memfasilitasi dan memberikan kepastian hukum;
c. melestarikan tradisi dan kekayaan budaya daerah
sebagai aset pariwisata;
d. memelihara, mengembangkan dan melestarikan aset
nasional yang menjadi daya tarik wisata dan aset potensial yang belum tergali;
e. memberdayakan masyarakat setempat beserta
lingkungan alam dan budaya lokal;
f. mendorong kemitraan usaha pariwisata;
g. mempromosikan industri kerajinan khas daerah;
h. mempromosikan potensi daya tarik wisata daerah;
dan
i. mengawasi dan mengendalikan kegiatan
kepariwisataan dalam rangka mencegah dan menanggulangi berbagai dampak negatif
bagi masyarakat luas.
Pasal 26
Setiap orang berkewajiban:
a. menjaga dan melestarikan objek dan daya tarik
wisata;
b. membantu terciptanya suasana aman, tertib,
bersih, berperilaku şantun dan menjaga kelestarian lingkungan destinasi
pariwisata; dan
c. membangun citra positif destinasi pariwisata di
daerah.
Pasal 27
Setiap wisatawan berkewajiban:
a. menjaga dan menghormati norma agama, adat
istiadat, budaya dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat setempat;
b. memelihara dan melestarikan lingkungan;
c. turut serta menjaga ketertiban dan keamanan
lingkungan;
d. turut serta mencegah segala bentuk perbuatan yang
melanggar kesusilaan dan kegiatan yang melanggar hukum; dan
e. turut serta membangun citra positif destinasi
pariwisata di daerah.
Pasal 28
Setiap pengusaha pariwisata berkewajiban:
a.
menjaga dan menghormati norma agama, adat istiadat, budaya dan
nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat setempat;
b. memberikan informasi yang akurat dan bertanggung
jawab;
c. memberikan pelayanan yang tidak diskriminatif;
d. memberikan kenyamanan, keramahan, perlindungan
keamanan dan keselamatan wisatawan;
e. memberikan perlindungan asuransi pada usaha
pariwisata dengan kegiatan yang berisiko tinggi;
f. mengembangkan kemitraan dengan usaha mikro, kecil
dan koperasi setempat yang saling memerlukan, memperkuat dan menguntungkan;
g. mengutamakan penggunaan produk masyarakat
setempat, produk dalam negeri dan memberikan kesempatan kepada tenaga kerja
lokal;
h. meningkatkan kompetensi tenaga kerja melalui
pendidikan dan pelatihan;
i. berperan aktif dalam upaya pengembangan prasarana
dan program pemberdayaan masyarakat;
j. turut serta mencegah segala bentuk perbuatan yang
melanggar kesusilaan dan kegiatan yang melanggar hukum di lingkungan tempat
usahanya;
k. memelihara lingkungan yang sehat, bersih dan
asri;
l. memelihara kelestarian lingkungan alam dan
budaya;
m. menjaga Citra negara dan bangsa Indonesia melalui
kegiatan usaha kepariwisataan secara bertanggung jawab; dan
n. menerapkan standar usaha dan standar kompetensi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Ketiga Larangan
Pasal 29
(1) Setiap orang dilarang merusak sebagian atau
seluruh fisik objek dan daya tarik wisata.
(2) Merusak fisik objek dan daya tarik wisata
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah melakukan perbuatan mengubah warna,
mengubah bentuk, menghilangkan spesies tertentu, mencemarkan lingkungan,
memindahkan, mengambil, menghancurkan, atau memusnahkan objek dan daya tarik
wisata sehingga berakibat berkurang atau hilangnya keunikan, keindahan dan
nilai autentik suatu daya tarik wisata yang telah ditetapkan oleh Pemerintah
dan/atau Pemerintah Daerah.
Pasal 30
Setiap pengusaha usaha pariwisata dilarang:
a. memanfaatkan tempat kegiatan untuk melakukan
perjudian, perbuatan asusila, peredaran dan pemakaian narkoba serta tindakan
pelanggaran hukum Iainnya;
b. memperkerjakan tenaga kerja di bawah umur; dan
c. mempekerjakan tenaga kerja asing tanpa izin.
Pasal 31
Jenis usaha pariwisata yang menyelenggarakan
karaoke, pub, diskotik, klab malam, panti pijat, mandi uap dan tempattempat
usaha Iain yang sejenis dilarang apabila bertentangan dengan norma agama, adat
dan nilai budaya.
BAB IX
KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH
Pasal 32
(1) Pemerintah Daerah berwenang:
a. menyusun dan menetapkan rencana induk pembangunan
kepariwisataan;
b. mengkoordinasikan penyelenggaraan kepariwisataan
di Daerah;
c. melaksanakan pendaftaran, pencatatan dan
pendataan pendaftaran usaha pariwisata;
d. menetapkan destinasi pariwisata;
e. menetapkan daya tarik wisata;
f. memfasilitasi promosi destinasi pariwisata dan
produk pariwisata;
g. memelihara aset daerah yang menjadi daya tarik
wisata;
h. menyelenggarakan bimbingan masyarakat sadar
wisata;
i. mengalokasikan anggaran kepariwisataan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
j. mensosialisasikan produk-produk hukum daerah di
bidang kepariwisataan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai rincian
kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai
dengan huruf h diatur dengan Peraturan Bupati.
Pasal 33
(1) Pemerintah Daerah menjamin ketersediaan dan
penyebarluasan informasi kepada masyarakat untuk kepentingan pengembangan
kepariwisataan.
(2) Pemerintah
Daerah dapat mengembangkan dan mengelola sistem informasi kepariwisataan sesuai
dengan kemampuan dan kondisi daerah.
BAB X
BADAN PROMOSI PARIWISATA DAERAH
Pasai 34
(1) Pemerintah Daerah dapat memfasilitasi
pembentukan Badan Promosi Pariwisata Daerah,
(2) Badan Promosi Pariwisata Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan lembaga swasta dan bersifat mandiri.
(3) Badan Promosi Pariwisata Daerah dalam
melaksanakan kegiatannya wajib berkoordinasi dengan Badan Promosi Pariwisata
Provinsi dan Pusat.
(4) Pembentukan Badan Promosi Pariwisata Daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
Pasai 35
Struktur organisasi Badan Promosi Pariwisata Daerah
terdiri atas 2 (dua) unsur, yaitu:
a. unsur penentu kebijakan; dan
b. unsur pelaksana.
Pasai 36
(1) Unsur penentu kebijakan Badan Promosi Pariwisata
Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf a berjumlah 9 (sembilan) orang
anggota terdiri atas:
a. wakil asosiasi kepariwisataan 4 (empat) orang;
b. wakil asosiasi profesi 2 (dua) orang;
c. wakil asosiasi penerbangan 1 (satu) orang; dan
d. pakar/akademisi 2 (dua) orang.
(2) Keanggotaan unsur penentu kebijakan Badan
Promosi Pariwisata Daerah ditetapkan dengan Keputusan Bupati untuk masa tugas
selama 4 (empat) tahun.
(3) Unsur penentu kebijakan Badan Promosi Pariwisata
Daerah dipimpin oleh seorang ketua dan seorang wakil ketua yang dibantu oleh
seorang sekretaris yang dipilih dari dan oleh anggota.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja,
persyaratan serta tata cara pengangkatan dan pemberhentian unsur penentu
kebijakan Badan Promosi Pariwisata Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (l),
ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Bupati.
Pasai 37
Unsur penentu kebijakan Badan Promosi Pariwisata
Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 membentuk unsur pelaksana untuk
menjalankan tugas operasional.
Pasai 38
(1) Unsur pelaksana Badan Promosi Pariwisata Daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf b dipimpin oleh seorang direktur
eksekutif dengan dibantu oleh beberapa direktur sesuai dengan kebutuhan.
(2) Unsur pelaksana Badan Promosi Pariwisata Daerah
wajib menyusun tata kerja dan rencana kerja.
(3) Masa kerja unsur pelaksana Badan Promosi
Pariwisata Daerah paling lama 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1
(satu) kali masa kerja berikutnya.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja,
persyaratan serta tata cara pengangkatan dan pemberhentian unsur pelaksana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan
Peraturan Badan Promosi Pariwisata Daerah.
Pasai 39
(1) Badan Promosi Pariwisata Daerah mempunyai tugas:
a. meningkatkan citra kepariwisataan daerah;
b. meningkatkan kunjungan wisatawan mancanegara dan
penerimaan devisa;
c. meningkatkan kunjungan wisatawan nusantara dan
pembelanjaan;
d. menggalang pendanaan dari sumber selain Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
e. melakukan riset dalam rangka pengembangan usaha
dan bisnis pariwisata.
(2) Badan Promosi Pariwisata Daerah mempunyai fungsi
sebagai:
a. koordinator promosi pariwisata yang dilakukan
dunia usaha di pusat dan daerah;
b. mitra kerja Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
Pasai 40
(1) Sumber pembiayaan Badan Promosi Pariwisata
Daerah berasal dari:
a. pemangku kepentingan; dan
b. sumber lainnya yang sah dan tidak mengikat sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Bantuan dana yang bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
bersifat hibah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Pengelolaan dana yang bersumber dari
non-Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan non-Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah wajib diaudit oleh akuntan publik dan diumumkan kepada
masyarakat.
BAB XI
PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA,
STANDARISASI, SERTIFIKASI DAN TENAGA KERJA
Bagian Kesatu Pengembangan Sumber Daya Manusia
Pasai 41
(1) Pengembangan sumber daya manusia di bidang
kepariwisataan bertujuan untuk membentuk sumber daya manusia yang memiliki
kompetensi profesionalisme, berdaya saing dan berbudi luhur.
(2) Pengembangan sumber daya manusia di bidang
kepariwisataan menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah, usaha pariwisata dan
masyarakat yang dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Pasai 42
(1) Pengembangan sumber daya manusia di bidang
kepariwisataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) dilaksanakan
berdasarkan standarisasi, akreditasi dan sertifikasi.
(2) Tata cara pelaksanaan standarisasi, akreditasi
dan sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Bupati.
Bagian Kedua
Standarisasi dan Sertifikasi
Pasai 43
(1) Tenaga kerja di bidang kepariwisataan memiliki
standar kompetensi.
(2) Standar kompetensi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan melalui sertifikasi kompetensi.
(3) Sertifikasi kompetensi dilakukan oleh lembaga
sertifikasi profesi yang telah mendapat lisensi sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 44
(1) Produk, pelayanan dan pengelolaan usaha
pariwisata memiliki standar usaha.
(2) Standar usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui sertifikasi usaha.
(3) Sertifikasi usaha sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dilakukan oleh lembaga mandiri yang berwenang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Tenaga Kerja Ahli Warga Negara Asing
Pasai 45
(1) Pengusaha pariwisata dapat mempekerjakan tenaga
kerja ahli warga negara asing sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Tenaga kerja ahli warga negara asing sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terlebih dahulu mendapat rekomendasi dari organisasi
asosiasi pekerja profesional kepariwisataan.
BAB XII
PEMANTAUAN, EVALUASI,
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasai 46
Dinas dan unsur terkait melaksanakan pemantauan,
evaluasi, pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan kepariwisataan
dengan memberikan bimbingan, petunjuk teknis maupun operasional.
BAB XIII
PENDANAAN
Pasal 47
(1) Pendanaan kegiatan kepariwisataan menjadi
tanggung jawab bersama antara Pemerintah Daerah, pengusaha dan masyarakat.
(2) Pengelolaan dana kepariwisataan dilakukan
berdasarkan prinsip keadilan, efisiensi, transparansi dan akuntabilitas publik.
Pasal 48
Pemerintah Daerah mengalokasikan sebagian dari
pendapatan yang diperoleh dari penyelenggaraan pariwisata untuk kepentingan
pelestarian alam dan budaya.
Pasal 49
Pemerintah Daerah memberikan peluang pendanaan bagi
usaha mikro dan kecil di bidang kepariwisataan.
BAB XIV
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 50
(1) Setiap wisatawan yang tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dikenakan sanksi berupa teguran lisan
disertai dengan pemberitahuan mengenai hal yang harus dipenuhi.
(2) Dalam hal wisatawan telah diberi teguran lisan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tidak diindahkannya, wisatawan yang
bersangkutan dapat diusir dari lokasi perbuatan clilakukan.
Pasal 51
(1) Setiap pengusaha pariwisata yang tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dan/atau Pasal 28 dikenakan
sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
(2) Sanksi
administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. teguran tertulis;
b. pembatasan kegiatan usaha; dan
c. pembekuan sementara kegiatan usaha.
(3) Teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf a, dikenakan kepada pengusaha paling banyak 3 (tiga) kali.
(4) Sanksi pembatasan kegiatan usaha dikenakan
kepada pengusaha yang tidak mematuhi teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada
ayat (3).
(5) Sanksi pembekuan sementara kegiatan usaha
dikenakan kepada pengusaha yang tidak mematuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dan ayat (4).
Pasai 52
Pelaksanaan Pasal 50 dan Pasal 51 dilakukan oleh
Pejabat pada Dinas.
BAB XV
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasai 53
(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di
lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk
melakukan penyidikan tindak pidana di bidang kepariwisataan sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.
(2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) adalah:
a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang
tentang adanya tindak pidana atas pelanggaran Peraturan Daerah;
b. melakukan tindakan pertama pada saat itu di
tempat kejadian dan melakukan pemeriksaan;
c. menyuruh berhenti seseorang tersangka dari
kegiatannya dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka;
d. melakukan penyitaan benda dan/ atau surat;
e. mengambil sidik jari dan memotret seseorang
tersangka;
f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa
sebagai tersangka atau saksi;
g.mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam
hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
h. mengadakan penghentian penyidikan setelah
mendapat petunjuk dari Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia bahwa
tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak
pidana dan selanjutnya melalui Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia
memberitahukan hal tersebut kepada Penuntut Umum, tersangka atau keluarganya;
i. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat
dipertanggungjawabkan.
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya
kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia,
sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang
berlaku.
BAB XVI
KETENTUAN PIDANA
Pasai 54
(1) Setiap orang atau badan hukum yang melanggar
ketentuan dalam Pasal 29, Pasal 30 dan Pasal 31 diancam dengan pidana kurungan
paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima
puluh juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah pelanggaran.
(3) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetor
ke Kas Umum Daerah.
Pasai 55
Selain ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 54, terhadap pelaku tindak pidana dapat dikenakan pidana atau denda
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
BAB XVII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 56
Ketentuan lebih Ianjut mengenai hal-hal yang belum
diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya
diatur dengan Peraturan Bupati.
Pasal 57
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten
Malang.
PENJELASAN ATAS PER.ATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG
NOMOR TAHUN 2013
TENTANG
PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN
1. UMUM
Sebagaimana diketahui bahwa Kabupaten Malang telah
mencanangkan sebagai daerah tujuan pariwisata atau destinasi pariwisata, maka
segala aspek pengaturan penyelenggaraan kepariwisataan harus diatur sedemikian
rupa sehingga terwujud kepastian hukum terhadap usaha pariwisata. Selain itu
pengaturan penyelenggaraan kepariwisataan dapat mendukung tumbuhnya investasi
di bidang kepariwisataan dengan tetap mengedepankan aspek perlindungan terhadap
norma agama, adat dan nilai budaya.
Mengingat wilayah Kabupaten Malang terdapat daya
tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas serta
masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan,
dengan demikian tidak keliru apabila kita telah mengklaim bahwa Kabupaten
Malang adalah "Pesona Jawa Timur yang Sesungguhnya". Klaim tersebut
tidaklah berlebihan, karena Kabupaten Malang memiliki berbagai obyek wisata
yang potensial seperti, wisata alam (air terjun, pantai, taman nasional),
wisata budaya/religi (padepokan seni, pesarean, pertapaan, candi) maupun wisata
buatan (pemandian, bendungan, taman rekreasi).
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Malang Nomor
2 Tahun 2011 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Malang
Tahun 2010-2015 dijelaskan dalam perspektif promosi daerah guna meningkatkan
daya saing, daya tarik dan daya tahan sebagai salah satu strategi pencapaian
visi misi pembangunan daerah sejak tahun 2011 hingga 5 (lima) tahun kedepan
dicanangkan slogan promosi daerah "Kabupaten Malang sebagai Bumi
Agro-Wisata yang Terkemuka di Jawa Timur" dimana dari ikon wisata dengan
paket-paket unggulan wisata khas Malangan yaitu paket Singosari, paket Kawasan
Menuju Bromo, paket Gunung Kawi, paket Pantai Selatan, paket Wisata Wendit dan
paket Kanjuruhan (diselenggarakan dalam rangka Hari Jadi Kabupaten Malang).
Beberapa potensi pariwisata di Kabupaten Malang juga sebagai salah satu sektor
pendukung Pendapatan Asli Daerah (PAD) masih memerlukan penanganan secara optimal,
khususnya sarana dan prasarana.
Regulasi di bidang kepariwisataan diperlukan
pengaturan tentang pengembangan, pengawasan, dan pengelolaan kepariwisataan di
Kabupaten Malang. Harapan Pemerintah Kabupaten Malang terhadap Peraturan Daerah
tentang Pennyelenggaraan Kepariwisataan adalah sebagai berikut:
a. Pengembangan potensi pariwisata di Kabupaten
Malang dapat dilaksanakan secara optimal baik menyangkut inventarisasi obyek,
manajemen pengelolaan kepariwisataan sehingga apabila ditangani dan dikelola
dengan baik akan berdampak secara luas bagi masyarakat, antara Iain peningkatan
Pendapatan Asli Daerah (PAD), terciptanya kesempatan kerja serta menghidupkan
sektor-sektor Iain seperti industri kerajinan tangan, cinderamata, penginapan
dan transportasi;
b. Penguatan regulasi di bidang kepariwisataan.
BAB
II
HASIL
IDENTIFIKASI
2.1 Latar Belakang Hasil Identifikasi Kasus
Kabupaten
Malang yang terletak di provinsi Jawa Timur
memiliki keindahan di sektor
wisatanya, baik dari wisata
buatan maupun wisata
alamnya sehingga Kabupaten Malang layak
menjadi destinasi favorit wisatawan yang datang ke kota Malang.
Deretan pantai cantik banyak membuat decak kagum wisatawan. Tanjung dan teluk yang ada merupakan tempat yang
indah dan sangat
layak untuk menjadi destinasi pariwisata yang dapat
dikunjungi, dari sekian banyak destinasi pariwisata yang ada, salah satunya merupakan
Ekowisata Bowele.
Ekowisata
Bowele berada tepatnya di Desa Purwodadi, Tirtoyudo, Kab. Malang, menurut hasil
Wawancara dengan Bapak Muklis, Ekowisata
Bowele memiliki branding ”The Real Adventure” (petualangan yang sesungguhnya),
dan Ekowisata
Bowele ini memiliki luas 1041 hektare dan baru dirintis pada tahun 2010,
sehingga masih banyak orang yang belum mengetahui tentang adanya tempat wisata
ini dan juga belum banyak di kunjungi oleh para wisatawan, maka penelitian ini
bertujuan untuk melakukan pengembangan destination branding Ekowisata Bowele
agar dapat meningkatkan brand awareness.
Berdasarkan data yang didapatkan, Ekowisata
Bowele ini memiliki keindahan wisata yang didukung dari berbagai kombinasi
wisata alam di sekitarnya. Nama “Bowele” sendiri berasal dari singkatan
beberapa nama pantai yang berada di sekitar desa Purwodadi yaitu pantai
Bolu-Bolu, Wedi Awu, dan Lenggoksono yang akan
divisualisasikan sebagai berikut:
Gambar 1.2
Pantai Bolu-Bolu (Sumber: Hasil Olahan Peneliti, 2017)
Pada gambar 1.2 merupakan hasil dokumentasi peneliti dari pantai Bolu-bolu. Pantai ini memiliki ciri-ciri bebatuan yang menyerupai poase dari pecahan-pecahan batu tebing yang runtuh. Tempat ini biasa untuk dijadikan tempat camping para pengunjung dan dapat dijadikan tempat untuk memancing ikan.
Gambar 1.2 Pantai Wedi Awu (Sumber:
Hasil Olahan Peneliti, 2017)
Pada
gambar 1.3 merupakan hasil dokumentasi peneliti dari pantai Wediawu. Pantai ini terletak dekat dengan jalan utama menuju
Ekowisata Bowele. Pantai Wediawu merupakan pantai yang terbentang luas dengan
hamparan pasir halus.
Gambar 1.4 Pantai Lenggoksono
(Sumber: Hasil Olahan Peneliti, 2017)
Pada
gambar 1.4 merupakan hasil dokumentasi peneliti dari pantai Lenggoksono. Pantai
ini terbentang luas dan berhiaskan batu-batu alam sebagai ciri pantai ini.
Pantai Lenggoksono merupakan destinasi pertama karena untuk mengunjungi pantai
lainnya harus menyeberang dengan
perahu nelayan di pantai ini.Agar
dapat meningkatkan peran
kepariwisataan, sangat terkait
antara barang berupa obyek wisata sendiri yang dapat dijual dengan sarana dan
prasarana yang mendukung. Usaha mengembangkan suatu daerah tujuan wisata harus memperhatikan
berbagai faktor yang berpengaruh
terhadap keberadaan suatu daerah tujuan wisata.
Adapun permasalahan yang dihadapi oleh Ekowisata
Bowele, masih banyak orang yang belum mengetahui tentang adanya tempa wisata ini dan juga
belum mengetahui apa branding dari ekowisata bowele ini.
Maka penulis mempunyai terobosan untuk
melakukan suatu penelitian berupa
Pengembangan Branding Bowele yang bertujuan untuk menentukan media komunikasi
visual yang efektif dan komunikatif tentang Bowele sebagai upaya memiliki brand sebagai destination Ekowisata
di Kabupaten Malang. Sehingga melalui penelitian ini mampu membuat khalayak
umum domestik maupun mancanegara dapat
mengenali lebih jauh tentang Brand dari Ekowisata Bowele.
Melalui
destination branding ini citra yang dibangun oleh Ekowisata Bowele diharapkan
memiliki fungsi awareness di mata khalayak umum, sehingga dapat memberikan devisa pemerintahan
dari sektor kepariwisataan serta dapat
menyediakan lapangan usaha bagi warga setempat berupa penyedia jasa layanan dan
akomodasi hingga Usaha Kecil Menengah (UKM).
2.2 Penjabaran Hasil Identefikasi
2.2.1
TIC (Tourism Information
Center) Kabupaten Malang
A. TIC
Abd Rahman Saleh
TIC Bandara Abd. Saleh beralamat di Jl.
Jakarta No. 56 Malang Jawa Timur yang di kelola oleh bapak Sonny sebagai ketua
danpengelola. Adapun kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh TIC ini adalah
memasarkan jasa transportasi seperti jasa kreta api, pesawat terbang, travel
dan memberi informasi tentang paket wisata yang ada di Kabupaten Malang. Tidak
terdapat keluhan-keluhan dari pak Sonny sebagai pengelola, karena sudah
memiliki kantor yang bagus dan dilengkapi dengan fasilitas yang memadai
sehingga tidak menghambat proses pemasaran di TIC tersebut.
B.
TIC Bowele
TIC
Bowele beralamat di Desa Purwodadi kecamatan Tirtoyudo kabupaten Malang yang
dikelola oleh Bapak Muchlis. TIC ini diresmikan pada tanggal 06 Oktober 2015
dan diresmikan langsung oleh kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata yaitu Bapak
Made Arya Wedanthara, SH, M.Si. pantai Bowele ini merupakan singkatan dari nama
pantai Bolu-Bolu, pantai Wediawu dan Lenggoksono. Pantai ini memiliki banyak
potensi, dari keindahan alamnya, ombak yang bagus untuk surfing dan keindahan
bawah lautnya untuk ber-snorking.Tujuan didirikan TIC (Tourism Information Center) ini adalah untuk dapat mengembangkan
potensi wisata khususnya yang ada di daerah Lenggoksono dan sekitarnya serta
mampu meningkatkan perekonomian di daerah tersebut.
C. Desa Wisata Pujon Kidul
Desa
Wisata Pujon Kidul, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang, terus bersolek. Seperti
seorang gadis yang sedang senang-senangnya berdandan. Tak heran dalam tiga
bulan terakhir ini banyak perubahan fantastis yang terjadi.
Jumlah
canopy di café sawah, yang tersebar di area persawahan semi organic mulai
bertambah. Demikian pula mini gazebo, serta tempat kandang kuda yang pembangunannya
hampir selesai. Tak heran bila kunjungan wisatawan kini mencapai angka
rata-rata 3000 lebih tiap hari Sabtu dan Minggu dan sekitar 500 pengunjung pada
hari-hari biyasa..
Perubahan
fantastis ini juga berkat kerja sama desa dengan salah satu bank diindonesia yaitu
bank BNI. untuk mengucurkan dana berupa kredit usaha rakyat (KUR) kepada warga
yang memiliki usaha menunjang keberadaan desa wisata Pujon Kidul.
Sebagai desa wisata yang memiliki kawasan
rumah kampung lestari, Pujon Kidul memang tidak hanyak
mengedepankan wisata alam seperti cafe sawah. Tapi juga ditunjang dusunnya
memiliki sejumlah aktivitas warganya yang produktif. Ada dusun yang konsentrasi
khusus susu sapi. Sehingga dusun ini disebut kampung susu. Ada pula dusun yang warganya konsentrasi pada
budi daya tanaman toga. Sehingga disebut kampung Toga. Ada pula kampung markisa,
apel dan jambu merah. “Kalau untuk jambu merah sudah bisa dipetik untuk wisata
petik buah” kata pak Udi,selaku Kepala Desa Pujon
Kidul, Kecamatan Pujon.
Tingginya animo masyarakat Desa Pujon
Kidul, menjadikan kawasan desanya benar-benar desa wisata yang produktif dan
ada diversifikasi usaha ini, tak lepas dari sinergi Desa Pujon Kidul dengan
Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), salah satu BUMN yang melakukan distribusi hasil pertanian milik
warga Desa Pujon Kidul.
Menurut Pak Udi, kehadiran PPI itu
sangat disambut begitu antusias warganya. Karena warga nantinya tak terlalu
repot memasarkan produksi pertaniannya. ‘’Makanya warga semangat. Mereka sudah
ndak pusing lagi untuk masarkannya. Karena akan dibantu PPI,’’ ujarnya.
Berkat predikat sebagai desa wisata itu,
Pendapatan desa pun terdongkrak. Pada tahun 2016 lalu, pendapatan asli desa
Pujon Kidul menembus Rp 80 juta. Ini
capaian PADes tertinggi dibandingkan dengan 377 desa lain se-Kabupaten Malang.
Desa Wisata Pujon Kidul ini memang
benar-benar komplit. Tidak hanya memaksimalkan hasil pertanian. Tetapi mampu
membuka lapangan baru. Keberadaan cafe sawah ternyata menyedot lapangan kerja
tersendiri. Bisa dibayangkan untuk pengelolaan cafe sawah saja sudah menyedot
33 karyawan yang merupakan remaja dan pemuda desa setempat.
Dan
untuk strategi pemasarannya sendiri melalui media sosial seperti websate,
instagram, dll.
D. TIC
Bonderland
TIC Bonderland yang berlokasi di Dusun
Bunder, Genengan Pakisaji Kabupaten Malang. TIC Bonderland dikelola oleh Bapak
Yaqub, jarak dari Pusat Kota sekitar 8 Km untuk dapat berkunjung ke tempat ini.
fasilitas yang dapat dinikmati pengunjung, yaitu
kolam ombak, kolam Jacuzzi, kolam renang anak dan dewasa, serta wahana funfair.
Selain itu juga Bonderland menyediakan tempat bermain anak, tempat rekreasi,
ayunan, motor ini, taman satwa, panggung hiburan, hall, mandi bola dan beragam
tempat main lainnya.
Tempat ini telah menjadi salah
satu tujuana wisata yang sering dikujungi oleh wisatawan yang menjelang akhir
pekan. Selain dapat menikmati wahana yang ada, pada hari libur para pengunjung
juga akan dihibur dengan “Special Show Theater” yang ditampilakan oleh team
keratif Bonderland. Bonderland hadir
dengan konsep “Wisata Air Kolam Theater” yang cukup unik karena lokasinya yang
ada dilingkungan pedesaan. Tentu dengan perbaikan dan menambah inovasi
fasilitas.
2.2.2 Destinasi Wisata
Kabupaten Malang
A. Destinasi
Agro Tawon Petik Madu
TIC Agro Tawon ini berada di Lawang,
berdiri pada tahun 2013 dan sempat mengalami kevakuman selama 1 tahun silam
karena kinerja yang kurang baik. Rencana awal untuk membuka destinasi ini
adalah melihat dari hobinya ayahnya pak
haryono.
Untuk pembibitan tawonnya mulai
pada tahun
2010, sarangnya dengan cara buat sendiri, dan produk, yang di hasilkan adalah
seperti madu
polen, royal jelly, dan juga propolis (propolis ini juga bisa
dibuat untuk merawat tawonnya yang sedang sakit). Di destinasi petik madu ini
ada juga tempat untuk Petik organik pembibitan
sayuran,
dan apabila
ada anak ingin belajar membuat your good juga bias.
Di
destinasi petik madu ini tidak ada tiket masuk/free, dikarenakan apabila ada
orang yang mau belajar membibit madu bisa belajar langsung secara bersama-sama.
B. TIC Graha wiyata
TIC Graha wiyata terletak di Jalan
Indrokilo Selatan (50m) sebelum Patal Lawang, berdiri pada awal tahun 2015
dengan kondisi di dalam TIC hanya terdapat kolam renang dan beberapa
tanaman-tamanaman langka,
Di tempat wisata ini pengunjung akan
diberi program pengarahan dan game yang mendidik karakter, team building,
leadership, personal development, experential learning dan team work. Dalam wawancara dengan
pak Tarmudji mengungkapkan “Tujuan kami
mendirikan wisata ini memang untuk membentuk karakter seseorang, rasa percaya
diri dan jiwa kepemimpinan,''
Ditambahkan, di objek wisata ini peserta
akan dibimbing agar pskilogisnya berkembang melalui game-game edukasi. Menurut pak Tarmudji ''Pertama
pengunjung diberi pengarahan dan gambaran jiwa kepemimpinan dan karakter
seseorang. Nantinya mereka dengan sendirinya akan bisa memahami karakternya sendiri
seperti apa,''
Ditambahkan, para generasi muda saat ini
harus dibimbing dan disibukkan dengan hal-hal yang bisa membangun karakter positif
mereka. “Jangan sampai mereka terjerumus pergaulan
bebas, narkoba, dan free sex,” kata pak Tarmudji.
Objek wisata ini setiap hari dibuka mulai
pukul 09.00 WIB hingga pukul 17.00 WIB. Hanya dengan Rp 100 ribu, Anda dijamin
bisa menikmati permainan sekaligus belajar banyak di objek wisata ini.
C. Destinasi Hawai
Hawai
Waterpark dibangun di atas lahan 28.000 meter persegi pada tahun 2014 dan mulai
dioperasikan pada pertengahan tahun 2015. Wisata air ini terletak di perumahan
Graha kencana JI. Raya Karanglo Malang dengan akses yang sangat strategis yang
bisa diakses dari bandara. Stasiun dan juga terminal. Ada 10 wahana yang
terdapat di Hawai Waterpark Malang, yaitu Hawai Water House, Wakiki Beach,
Wailele Slide. Dari Sepuuh Wahana yang ada, ada dua wahana yang menjadi
unggulan di Hawai Waterpark Malang yaitu Hawai Water House dan Tsunami Pool
(Wakiki Beach).
Target
pemasaran Hawai water park adalah masyarakat menengah ketas, dan juga tidak
menutup kemungkina untuk semua lapisan masyarakat dari anak-anak sampai orang
tua, dikarenakan Hawai Water Park ini sangat cocok untuk orang-orang yang
berlibur dengan keluarga mereka.
Sedangkan
untuk Team marketing di Hawai Water Park ini ditugaskan untuk melakukan yang
pertama target pomosi, dan yang kedua melalui sosial media.
Dan
untuk keamanan di Hawai Water Park ini didampingi oleh left gart dan setiap
wahana minimal ada 2 left gart. Dan pada saat pengunjung mau memasuki wahana
maka pengunjung akan diperiksa dari pintu lobi cek in back, semua benda makanan
minuman tidak boleh dibawa masuk, danjuga senjata tajam, tampa terkecuali,
walaupun aparatpun juga tidak diperbolehkan.
Wahana
water ini park sudah memiliki standart internasional, dikarenakan semua wahana
didatangkan dari turki. Dan wahana ini juga sudah memiliki izin untuk
pemasangan wahana.
Dan
jumlah pengunjung di wahana water park ini kalau weekend bisa mencapai 3000 pengunjung,
dan untuk week day sekitar 1000-2000 pengunjung.
Untuk
kelebihan dari Wahana Water Park ini mempunyai ketinggian mencapai 7m, dan tiketnya
juga murah dari pada wahana lainnya contoh saja ciputra jakarta, dan kekurangan
di wahana water park ini adalah sisitemnya dilobi, dan juga pada saat
pemeriksaan mau masuk wahana tidak semua orang mau diperiksa, dan juga kurangnya
pemahaman kepada costumer.
BAB
III
PEMBAHASAN
DAN KESIMPULAN
3.1 Teori Pengembangan
Pemasaran
Konsep
Pengembangan Pariwisata Pengembangan pariwisata merupakan suatu rangkaian upaya
untuk mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan berbagai sumber daya pariwisata
mengintegrasikan segala bentuk aspek di luar pariwisata yang berkaitan secara
langsung maupun tidak langsung akan kelangsungan pengembangan pariwisata.
(Swarbrooke 1996;99) Terdapat beberapa jenis pengembangan, yaitu :
a. Keseluruhan dengan tujuan baru,
membangun atraksi di situs yang tadinya tidak digunakansebagai atraksi.
b. Tujuan baru, membangun atraksi pada
situs yang sebelumnya telah digunakan sebagai atraksi.
c. Pengembangan baru secara keseluruhan
pada keberadaan atraksi yang dibangun untuk menarik pengunjung lebih banyak dan untuk membuat
atraksi tersebut dapat mencapai pasar yang lebihluas, dengan meraih pangsa
pasar yang baru.
d. Pengembangan baru pada keberadaan
atraksi yang bertujuan untuk meningkatkan fasilitas pengunjung atau
mengantisipasi meningkatnya pengeluaran sekunder oleh pengunjung.
e. Penciptaan kegiatan-kegiatan baru atau
tahapan dari kegiatan yang berpindah dari satu tempatke tempat lain dimana
kegiatan tersebut memerlukan modifikasi bangunan dan struktur.
Dalam
pengembangan pariwisata diperlukan aspek-aspek untuk mendukung pengembangan tersebut.
Adapun aspek-aspek yang dimaksudkan adalah sebagai berikut :
Menurut UU RI No. 23 Tahun 1997 dalam
Marsongko (2001), lilngkungan hidup adalahkesatuan ruang dengan semua benda,
daya, keadaan dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya, yang
mempengaruhikelangsungan peri-kehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk
hidup lainnya. Yang termasuk dalam lingkungan fisik berdasarkan olahan dari
berbagai sumber, yaitu :
a. GeografiAspek geografi meliputi luas
kawasan DTW, Luas area terpakai, dan juga batas administrasiserta batas alam.
b. TopografiMerupakan bentuk permukaan suatu
daerah khususnya konfigurasi dan kemiringan lahanseperti dataran berbukit dan
area pegunungan yang menyangkut ketinggian rata-rata dari permukaan laut, dan
konfigurasi umum lahan.
c. Geologi Aspek dari karakteristik geologi
yang penting dipertimbangkan termasuk jenis materi altanah, kestabilan, daya
serap, serta erosi dan kesuburan tanah.
d. KlimatologiTermasuk temperatur udara,
kelembaban, curah hujan, kekuatan tiupan angin, penyinaranmatahari rata-rata
dan variasi musim.
e. Hidrologi Termasuk di dalamnya
karakteristik dari daerah aliran sungai, pantai dan laut seperti
arus,sedimentasi, abrasi.
f.
Visability Menurut Salim (1985;2239), yang dimaksud dengan
visability adalah pemandanganterutama dari ujung jalan yang kanan-kirinya
berpohon (barisan pepohonan yang panjang).
g. Vegetasi
dan Wildlife Daerah habitat perlu dipertimbangkan untuk menjaga kelangsungan
hidup vegetasi dankehidupan liar untuk masa sekarang dan akan datang. Secara
umum dapat dikategorikan sebagai tanaman tinggi, tanaman rendah (termasuk
padang rumput) beserta spesies-spesiesflora dan fauna yang terdapat di dalamnya
baik langka, berbahaya, dominan, produksi, konservasi maupun komersial.
3.1.2
Aspek Daya Tarik Pariwisata
Aspek daya tarik pariwisata dapat
berkembang di suatu tempat pada dasarnya karena tempat tersebutmemiliki daya
tarik, yang mampu mendorong wisatawan untuk datang mengunjunginya.
Murray (1993) di dalam Gunn (1979;50)
menyebutkan “ …a thing or feature which draws people by
appealing to their desires, taste, etc. Especially an interesting or amusing
exhibitionwhich ‘draws’ crowds”.
Gunn (1979;48) juga berpendapat bahwa “attraction are the on-location places in
region that not only provide the things for tourist to see and do but also
offer the lure to travel”.
Menurut Inskeep (1991;77) daya tarik
dapat dibagi menjadi 3 kategori, yaitu :
a. Natural attraction :
berdasarkan pada bentukan lingkungan alami
b. Cultural attraction :
berdasarkan pada aktivitas manusia
c. Special types of attraction :
atraksi ini tidak berhubungan dengan kedua kategori diatas,
tetapimerupakan atraksi buatan seperti theme park, circus, shopping.
Yang termasuk dalam natural attraction diantaranya
iklim, pemandangan, flora dan faunaserta keunikan alam lainnya. Sedangkan
cultural attraction mencakup sejarah, arkeologi, religidan kehidupan
tradisional.
3.1.3
Aspek
Aksesibilitas
Salah satu komponen infrastruktur yang penting dalam
destinasi adalah aksesibilitas. Aksesibilitas menurut Bovy dan Lawson (1998;107), “...
should be possible by public transport and bicycle trails, by pedesterian paths
(from neighborhoods) and by cars (mainly families,with an average of three
persons/car)”.
Akses yang bersifat fisik maupun non fisik
untuk menuju suatu destinasi merupakan hal penting dalam pengembangan
pariwisata. Aspek fisik yang menyangkut jalan, kelengkapanfasilitas dalam
radius tertentu, frekuensi transportasi umum dari terminal terdekat.Menurut
Bovy dan Lawson (1998;202), jaringan jalan memiliki dua peran penting
dalamkegiatan pariwisata, yaitu :
a. Sebagai alat akses, transport, komunikasi
antara pengunjung atau wisatawan denganatraksi rekreasi atau fasilitas.
b. Sebagai cara untuk melihat-lihat
(sightseeing) dan menemukan suatu tempat yangmembutuhkan perencanaan dalam
penentuan pemandangan yang dapat dilihat selama perjalanan.
Pada peran kedua, menunjukan aspek non
fisik yang juga merupakan faktor penting dalammendukung aksesibilitas secara
keseluruhan, dapat berupa keamanan sepanjang jalan, danwaktu tempuh dari tempat
asal menuju ke destinasi. Lebih lanjut Bovy dan Lawson (1998;203) membagi jalan
untuk kepentingan wisatawanmenjadi tiga kategori, yaitu :
a. Jalan Utama yang menghubungkan wilayah
destinasi utama dengan jaringan jalan nasional atau jalan utama di luar
kawasan.
b. Jalan Pengunjung, yaitu jalan sekunder
yang biasanya beraspal (makadam) ataupun gravel yang menghubungkan dengan
fasilitas wisata yang spesifik seperti resort, hotel yang terpisah, restoran
atau atraksi rekreasi lainnya.
c. Sirkuit Pengunjung, untuk kegiatan
melihat-lihat dengan pemandangan yang menarik disepanjang jalannya.
3.1.4
Aspek Aktivitas dan Fasilitas
Dalam pengembangan sebuah
objek wisata dibutuhkan adanya fasilitas yang berfungsisebagai pelengkap dan
untuk memenuhi berbagai kebutuhan wisatawan yang bermacam-macam. Menurut Bukart
dan Medlik (1974;133), fasilitas bukanlah merupakan faktor utamayang dapat
menstimulasi kedatangan wisatawan ke suatu destinasi wisata, tetapi
ketiadaanfasilitas dapat menghalangi wisatawan dalam menikmati atraksi wisata.
Pada intinya, fungsifasilitas haruslah bersifat melayani dan mempermudah
kegiatan atau aktivitas pengunjung/wisatawan yang dilakukan dalam rangka
mendapat pengalaman rekreasi.Di samping itu, fasilitas dapat pula menjadi daya
tarik wisata apabila penyajiannyadisertai dengan keramahtamahan yang
menyenangkan wisatawan, dimana keramahtamahandapat mengangkat pemberian jasa
menjadi suatu atraksi wisata. Bovy dan Lawson (1979;9)menyebutkan bahwa
fasilitas adalah atraksi buatan manusia yang berbeda dari daya tarik wisatayang
lebih cenderung berupa sumber daya.
3.1.5
Aspek Sosia Ekonomi dan Budaya
Dalam analisa sosial ekonomi membahas
mengenai mata pencaharian penduduk, komposisi penduduk, angkatan kerja, latar
belakang pendidikan masyarakat sekitar, dan penyebaran penduduk dalam suatu
wilayah. Hal ini perlu dipertimbangkan karena dapat menjadi suatu tolak ukur
mengenai apakah posisi pariwisata menjadi sektor unggulan dalamsuatu wilayah
tertentu ataukah suatu sektor yang kurang menguntungkan dan kurang selaras dengan
kondisi perekonomian yang ada.Selanjutnya adalah mengenai aspek sosial budaya,
dimana aspek kebudayaan dapat diangkat sebagai suatu topik pada suatu kawasan.
Dennis L. Foster (2000) menjelaskan
mengenai Pengaruh Kebudayaan (cultural influences) sebagai berikut : “Para
pelaku perjalanan tidak membuat keputusan hanya berdasarkan pada informasi
pemrosesan dan pengevaluasian. Mereka juga dipengaruhi oleh faktor kebudayaan,
masyarakat, dan gaya hidupnya. Kebudayaanitu cenderung seperti pakaian
tradisional dan kepercayaan pada suatu masyarakat, religi, ataukelompok etnik
(ethnic group)
3.2 Branding
3.2.1 Pengertian Branding
Branding adalah nama, istilah, tanda,
simbol, atau rancangan, atau kombinasi dari semuanya, yang dimaksudkan untuk
mengidentifikasikan barang atau jasa atau kelompok penjual dan untuk
mendiferensiasikannya (membedakan) dari barang atau jasa pesaing (Kotler,
2009:332).
Pengertian branding telah berkembang, dari
sekadar merek atau nama dagang dari suatu produk, jasa atau perusahaan, yang
berkaitan dengan hal-hal yang kasat mata dari merek; seperti nama dagang, logo
atau ciri visual lainnya, kini juga berarti citra, kredibilitas, karakter,
kesan, persepsi dan anggapan di benak konsumen (Landa, 2006:4).
Bagi sebuah perusahaan, branding tidak
sekadar berfungsi sebagai corporate identity, tetapi dapat meningkatkan brand
image (Citra yang terbentuk dalam benak konsumen mengenai sebuah merk tertentu)
yang luar biasa, jika digarap dengan profesional.
Branding berarti suatu pernyataan mengenai
siapa (identitas), apa yang dilakukan (produk/jasa yang ditawarkan), dan
mengenai kenapa suatu merek layak dipilih (keistimewaan). Brand adalah
reputasi, merek yang memiliki reputasi adalah merek yang menjanjikan, sehingga
publik mempercayai dan memilih merek tersebut (Neumeier, 2003:54).
3.2.3 Fungsi & Tujuan
Branding
Fungsi Branding adalah untuk menanamkan
image dan citranya di masyarakat bahkan konsumennya, jika perusahaan tersebut
memiliki produk yang mereka jual, sehingga dengan adanya branding (merk dagang
atau corporate identity) diharapkan brand atau merk mereka akan senantiasa
diingat oleh masyarakat atau konsumennya dalam jangka waktu yang lama.
Terdapat tiga tujuan dalam membangun
brand, yaitu: membentuk persepsi, membangun kepercayaan dan membangun cinta
(kepada brand) (Neumeier, 2003:41).
Fungsi
branding secara detail dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.
Pembeda
Suatu produk akan memiliki perbedaan
dengan pesaingnya bila memiliki brand yang kuat, sehingga sebuah brand dapat
dengan mudah dibedakan dari brand yang lain.
2.
Promosi dan Daya Tarik
Produk yang memiliki brand akan dengan
mudah dipromosikan dan menjadi daya tariknya. Promosi sebuah brand akan dengan
mudah mempromosikan produknya dengan menampilkan logo brand tersebut.
3.
Pembangun Citra, Pemberi Keyakinan, Jaminan Kualitas, dan Prestise
Sebuah brand juga berfungsi membentuk
citra dengan memberi alat pengenalan pertama kepada masyarakat. Keyakinan,
kualitas dan prestise sebuah produk akan melekat dalam sebuah brand dari
pengalaman dan informasi dari produk tersebut.
4.
Pengendali Pasar
Pasar akan mudah dikendalikan oleh brand
yang kuat. Brand tersebut akan menjadi peringatan bagi para kompetitornya untuk
mengambil setiap langkah yang diambilnya, di samping itu masyarakat akan dengan
mudah diberi informasi tambahan dengan adanya brand yang diingat olehnya.
3.2.4 Unsur-unsur Branding
Unsur
terpenting dari suatu brand adalah nama dagang atau merek. Namun demikian brand
tidak cukup bila hanya didukung dengan lambang atau simbol identitas visual
yang secara konsisten dan sistematis diterapkan pada berbagai media pendukung
komunikasi pemasaran suatu brand.
Unsur-unsur
branding adalah sebagai berikut:
1. Nama
Merek
2. Logo:
logo, logotype, monogram, bendera.
3. Penampilan
visual: desain kemasan, desain produk, desain seragam, desain bangunan, desain
kendaraan.
4. Juru
bicara: pesohor, tokoh pendiri, tokoh perusahaan, tokoh ciptaan, mascot.
5. Kata-kata:
akronim, nama panggilan, slogan, tag line, jingle.
6. Suara:
lagu, icon bunyi / nada, lagu tematik.
3.2.5 Jenis-jenis
Branding
Branding
memiliki beberapa jenis, yaitu sebagai berikut:
a.
Product Branding
Branding
produk merupakan hal yang paling umum dalam branding. Merek atau produk yang
sukses adalah produk yang mampu mendorong konsumen untuk memilih produk
miliknya di atas produk-produk pesaing lainnya.
b.
Personal Branding
Personal
branding merupakan alat pemasaran yang paling populer di kalangan publik figure
seperti politisi, musisi, selebriti, dan lainnya, sehingga mereka memiliki
pandangan tersendiri di mata masyarakat.
c.
Corporate Branding
Corporate
branding penting untuk mengembangkan reputasi sebuah perusahaan di pasar,
meliputi semua aspek perusahaan tersebut mulai dari produk/jasa yang ditawarkan
hingga kontribusi karyawan mereka terhadap masyarakat.
d.
Geographic Branding
Geographic
branding atau regional bertujuan untuk memunculkan gambaran dari produk atau
jasa ketika nama lokasi tersebut disebutkan oleh seseorang.
e.
Cultural Branding
Cultural
branding mengembangkan reputasi mengenai lingkungan dan orang-orang dari lokasi
tertentu atau kebangsaan.
3.2
Ekowisata
3.3.1
Pengertian ekowisata
Salah
satu definisi awal dari ekowisata diberikan oleh Ceballos-Lascurain sebagai
sebuah perjalanan wisata yang biasanya
tidak mengganggu atau tidak mengkontaminasi unsur alami suatu daerah dan
biasanya dilakukan dengan tujuan spesifik yakni belajar, mengagumi, dan
menikmati pemandangan dan tumbuhan dan hewan liar, serta belajar mendalami budaya
lokal (Ceballos-Lascurain,1987:Cobbiath,2015). Ekowisata juga dapat diartikan
sebagai kegiatan wisata yang bertanggung jawab ke tempat-tempat alam yang
melestarikan lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan hidup dari masyarakat
lokal (García, 2013).
Ekowisata
merupakan salah satu usaha yang memprioritaskan berbagai produk-produk
pariwisata berdasarkan sumberdaya alam, pengelolaan ekowisata untuk
meminimalkan dampak terhadap lingkungan hidup, pendidikan berasaskan lingkungan
hidup, sumbangan kepada kegaitan konservasi dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat lokal (UNWTO, 2002). The International Ecotourism Society (2002)
mendefinisikan ekowisata sebagai perjalanan ke lokasi alam yang bertujuan untuk
melestarikan lingkungan dan mensejahterakan masyarakat lokal. Dari definisi
tersebut, disebutkan bahwa ekowisata merupakan perjalanan wisata yang berlokasi
di alam bebas yang mana dalam aktivitasnya sangat bergantung kepada alam,
sehingga lingkugnan ekosistem dan kearifan lokal yang ada di dalamnya harus
dilestarikan keberadaannya agar terciptanya suatu keberlanjutan ekologi.
Ekowisata
merupakan perjalanan wisata ke suatu lingkungan baik alam yang alami maupun
buatan serta budaya yang ada dan bersifat informatid dan partisipatif yang
bertujuan untuk menjamin kelestarian alam dan sosial budaya. Ekowisata
menitikberatkan pada tiga hal utama yaitu keberlangsungan alam atau ekologi,
memberikan manfaat ekonomi dan secara psikologi dapat diterima dalam kehidupan
sosial masyarakat. Kegiatan ekowisata secara langsung memberi akses kepada
semua orang untuk melihat, mengetahui dan menikmati pengalaman alam,
intelektual dan budaya untuk mempelajari lebih jauh tentang pentingnya berbagai
ragam makhluk hidup dan budaya lokal yang berkembang di kawasan tersebut.
Kegiatan ekowisata dapat meningkatkan pendapatan untuk pelestarian alam yang
dijadikan sebagai tujuan ekowisata dan menghasilkan keuntungan ekonomi bagi
kehidupan masyarakat yang berada di daerah tersebut (Subadra, 2008)
Dari
beberapa pengertian di atas dapat diketahui bahwa terdapat penekanan terhadap
kepentingan lingkungan dan sosial-ekonomi dari ekowisata untuk negara-negara
berkembang. Ekowisata dapat diinterpretasikan sebagai sebuah konsep yang dapat
menjadi solusi untuk semua permasalahan dalam pariwisata, pengembangan ekonomi,
pelestarian lingkungan dan budaya serta pengurangan kemiskinan (Cobbinah,
2015).
3.3.2 Wisata Alam dan Kesadaran lingkungan
Lukman
Hakim (2004) menyatakan bahwa seiring dengan berkembangnya wisata masal
munculnya sebuah aktivitas wisata yang dikenal sebagai wisata alam menjadi
salah satu pilihan bagi para wisatawan untuk berwisata. Temasuk dalam wisata
alam, antara lain hiking, biking, sailing dan camping. Di dalam wisata alam
dikenal juga istilah adventure tourism merujuk pada kegiatan wisata alam namun
lebih mempunyai nilai tantangan tersendiri seperti panjat tebing, diving di
dalam laut dan kayak. Tempat-tempat wisata untuk wisata alam ini kebanyakan
berada pada kawasan yang dilindungi seperti taman nasional, taman laut, cagar
alam, taman hutan raya, dll.
Tak
sedikit wisatawan yang membantu menurunkan nilai situs atau monumen alam dengan
cara mencoret, mengotori komponen situs alam tersebut. Sehingga kesadaran untuk
membangun sebuah kesadaran manusia terhadap konservasi lingkungan hidup
diperlukan.
Honey
(1999) berpendapat membangun kesadaran konservasi dapat dilakukan dengan
pendidikan informal melalui jasa sektor wisata. Berdasarkan pengetahuan dan
motivasinya maka wisatawan dibedakan menjadi dua kategori yakni wisatawan biasa
dan wisatawan eco-tourist. Hal yang membedakan diantara dua jenis wisatawan itu
adalah motivasi mengunjungi destinasi wisata; wisatawan eco-tourist memiliki
tujuan khusus.
Nugroho
(2015) menyatakan bahwa ekowisata merupakan kegiatan perjalanan wisata yang
dikemas secara professional, terlatih dan memuat unsur pendidikan sebagai suatu
sektor atau usaha ekonomi yang mempertimbangkan warisan budaya, partisipasi dan
kesejahteraan penduduk lokal serta upaya-upaya konservasi sumber daya alam dan
lingkungan. Ekowisata sebagian dari sustainable tourism. Sustainable tourism
adalah sektor ekonomi yang lebih luas dari ekowisata yagn mencakup sektor-sektor
pendukung kegiatan wisata secara umum meliputi wisata bahari (beach and sun tourism),
wisata pedesaan (rural and agro tourism), wisata alam (natural tourism), wisata
budaya (cultural tourism) atau perjalanan bisnis (business travel) .
Sumber:
(2002): Nugroho
3.3.4 Prinsip Ekowisata
Menurut
Kementrian Pariwisata Indonesia dan WWF-Indonesia (2009), Beberapa aspek kunci
dalam ekowisata adalah:
a)
Jumlah pengunjung terbatas atau diatur supaya sesuai dengan daya dukung
lingkungan dan sosial-budaya masyarakat (vs mass tourism)
b) Pola wisata ramah lingkungan (nilai
konservasi)
c) Pola wisata ramah budaya dan adat setempat
(nilai edukasi dan wisata)
d) Membantu secara langsung perekonomian
masyarakat lokal (nilai ekonomi)
e) Modal awal yang diperlukan untuk
infrastruktur tidak besar (nilai partisipasi masyarakat dan ekonomi)
Fennel
(2001) dalam Cobbinath (2015) menyatakan terdapat lima prinsip dasar dari
ekowisata yakni :
a) Kelestarian
lingkungan
Prinsip ini meliputi semua kegiatan yang
berkaitan dengan lingkungan alam, termasuk kegiatan berbasis alam, pendidikan
dan perlindungan alam, dan dampak lingkungan yang minimal untuk memastikan
keberlanjutan ekologi.
b) Pelestarian
Budaya
Sehubungan dengan prinsip pelestarian
budaya, hal - hal yang dilakukan dapat berupa promosi pelestarian budaya, dan
menghormati budaya lokal.
Hal
tersebut dapat menyuguhkan pengalaman baru bagi para wisatawan,
yakni
pengalaman lintas budaya antara budaya wisatawan dan masyarakat setempat.
c) Partisipasi
masyarakat / komunitas masyarakat,
Prinsip ini memastikan bahwa kegiatan
ekowisata melibatkan masyarakat setempat, dan beroperasi secara kooperatif
dengan pemerintah setempat dan wisatawan untuk memenuhi kebutuhan lokal sembari
memberikan manfaaat bagi warga lokal dan melestarikan lingkungan. Sehinnga,
Dengan prinsip ini masyarakat lokal juga turut berkontribusi untuk menciptakan
kepuasan kunjungan wisata dan memastikan keberlangsungan pendekatan ini.
d) Manfaat
Keuangan
Prinsip ekowisata ini juga memberikan
manfaat ekonomi kepada negara tuan rumah, khususnya masyarakat yang tinggal di
dan berdekatan dengan daerah daya tarik wisata (Page
dan Dowling, 2002; TIES, 2013). Dalam memaksimalkan manfaat ekonomi,
ekowisata mendorong adanya kegiatan daur ulang, efisiensi energi, konservasi
air, dan penciptaan peluang ekonomi bagi masyarakat lokal (Randall, 1987).
Honey (1999) dalam Cobbinath (2015) lebih lanjut menunjukkan bahwa salah satu
tujuan mendasar dari ekowisata adalah untuk merangsang pembangunan ekonomi baik
di tingkat lokal dan nasional.
e) Pemberdayaan
Kelompok Rentan.
Semakin banyaknya kesadaran penerapan
ekowisata sebagai pengembangan pariwisata suatu daerah, seharusnya pendekatan
ini bisa menciptakan lapangan kerja, dan menghasilkan dana untuk pengelolaan
dan konservasi alam dan kawasan lindung (Weaver, 1998; Cobbinath, 2015). Tidak
hanya itu, Ekowisata juga dapat menjaring dan memberdayakan kelompok rentan,
khususnya perempuan, yang merupakan mayoritas dari penduduk daerah daya tarik
wisata di negara berkembang. (Madu,
2008; Cobbinath 2015).
Menurut
Fandeli C (2000) dalam Pradana (2015)
ekowisata masyarakat ada delapan prinsip :
1. Mencegah dan menanggulangi dampak dari
aktivitas wisatawan terhadap alam dan budaya, pencegahan dan penanggulangan
disesuaikan dengan sifat dan karakter alam dan budaya setempat.
2. Pendidikan konservasi lingkungan,
mendidik wisatawan dan masyarakat setempat akan pentingnya arti konservasi.
Proses pendidikan ini dapat dilakukan langsung di alam.
3. Pendapatan langusng untuk kawasan. Mengatur
agar kawasan yang digunakan untuk ekowisata dan manajemen pengelolaan kawasan
pelestarian dapat menerima langsung penghasilan atau pendapatan. Rertribusi
dapat dipergunakan secara langsung untuk membina, melestarikan dan meningkatkan
kualitas kawasan pelestarian alam.
4. partisipasi masyarakat dalam
perencanaan. Masyarakat diajak dalam merencanakan pengembangan ekowsiata.
Demikian pula di dalam pengawasan, peran masyarakat diharapkan ikut secara
aktif.
5. Penghasilan masyarakat. Keuntungan
secara nyata terhadap ekonomi masyarakat dari kegiatan ekowisata mendorong
masyarakat menjaga kelestarian kawasan alam.
6. Menjaga keharmonisan dengan alam. Semua
upaya pengembangan termasuk pengembangan fasilitas dan utilitas harus tetap
menjaga keharmonisan dengan alam. Apabila ada upaya ketidakharmonisan dengan
alam akan merusak produk wisata ekologis ini. Menghindari penggunakaan minyak,
mengkonservasi flora dan fauna serta menjaga keaslian budaya masyarakat.
7. Daya dukung lingkungan. Pada umumnya
lingkungan alam mempunyai daya dukung yang lebih rendah dengan daya dukung
kawasan buatan. Meskipun mungkin permintaan sangat banyak, tetapi daya
dukunglah yang membatasi.
8. Peluang penghasilan pada porsi yang
besar terhadap negara. Apabila suatu kawasan pelestarian dikembangkan untuk
ekowisata maka devisa dan belanja wisatawan di dorong sebesar - besarnya
dinikmati oleh negara atau pemerintah daerah setempat.
Dari
beberapa prinsip yang telah dikemukakan di atas, dapat diketahui garis besar
prinsip dari ekowisata adalah pelestarian lingkungan, pelestarian budaya,
membawa manfaat ekonomi dan menjaga kualitas daya dukung kawasan / lingkungan.
Menurut
Wood dalam Aziz (2015) prinsip-prisip dasar pengembangan ekowisata adalah sebagai berikut :
a. meminimalisasi dampak-dampak negatif
terhadap alam dan budaya yang dapat merusak destinasi ekowisata.
b.
mendidik wisatawan terhadap pentingnya pelestarian alam dan budaya.
c. mengutamakan pada kepentingan bisnis
yang peduli lingkungan yang bekerja sama dengan pihak berwenang dan masyarakat
setempat untuk memenuhi kebutuhan lokal dan mendapatkan keuntungan untuk
konservasi.
d. menghasilkan pendapatan yang
dipergunkanan untuk pelestarian dan pengelolaan lingkungan dan daerah-daerah
yang dilindungi
e. mengutamakan kebutuhan zonasi
pariwisata daerah dan perencanaan penanganan wisatawan yang didesain untuk
wilayah atau daerah yang masih alami yang dijadikan sebagai destinasi
ekowsiata.
f. mengutamakan kepentingan untuk studi yang
berkaitan dengan sosial budaya dan lingkungan, begitu juga pemantauan jangka
panjang terhadpa obyek ekowisata untuk mengkaji dan mengevaluasi kegaitannya
serta meminimalisasi dampak dampak negative.
g. memaksimalkan keuntungan ekonomi untuk
negara yang bersangkutan, bisnis dan masyarakat lokal, khususnya masyarakat
yang tinggal berdekatan dengan destinasi ekowisata.
h. menjamin bahwa pembangunan ekowsiata
tidak mengakibatkan perubahan lingkungan dan sosila budaya yang berlebihan
sebagaimana ditentukan oleh para ahli dan peneliti.
i. membangun infrastruktur yang harus
ramah lingkungan dan menyatu dengan budaya masyarakat setempat, tidak
menggunakan bahan bakar yang terbuat dari fosil dan tidak mengganggu ekosistem
flora dan fauna.
Kata
Wisata menurut bahasa mengandung arti yang banyak. Akan tetapi dalam istilah
yang dikenal sekarang lebih dikhususkan pada sebagian makna itu. Yaitu, yang
menunjukkan berjalan-jalan kesuatu negara untuk rekreasi atau untuk
melihat-lihat, mencari dan menyaksikan (sesuatu) atau semisal itu. Bukan untuk
mengais (rezki), bekerja dan menetap. Silakan lihat kitab Al-Mu’jam Al-Wasith,
469.
Berbicara
tentang wisata menurut pandangan Islam, maka harus ada pembagian berikut ini,
3.4.1
Pengertian wisata dalam Islam.
Islam
datang untuk merubah banyak pemahaman keliru yang dibawa oleh akal manusia yang
pendek, kemudian mengaitkan dengan nilai-nilai dan akhlak yang mulia. Wisata
dalam pemahaman sebagian umat terdahulu dikaitkan dengan upaya menyiksa diri
dan mengharuskannya untuk berjalan di muka bumi, serta membuat badan letih
sebagai hukuman baginya atau zuhud dalam dunianya. Islam datang untuk
menghapuskan pemahaman negatif yang berlawanan dengan (makna) wisata.
Diriwayatkan
oleh Ibnu Hani dari Ahmad bin Hanbal, beliau ditanya tentang seseorang yang
bepergian atau bermukim di suatu kota, mana yang lebih anda sukai? Beliau
menjawab: "Wisata tidak ada sedikit pun dalam Islam, tidak juga prilaku
para nabi dan orang-orang saleh." (Talbis Iblis, 340).
Ibnu
Rajab mengomentari perkataan Imam Ahmad dengan mengatakan: "Wisata dengan
pemahaman ini telah dilakukan oleh
sekelompok orang yang dikenal suka beribadah dan bersungguh-sungguh tanpa
didasari ilmu. Di antara mereka ada yang kembali ketika mengetahui hal
itu." (Fathul-Bari, karangan Ibnu Rajab, 1/56)
Kamudian
Islam datang untuk meninggikan pemahaman wisata dengan mengaitkannya dengan
tujuan-tujuan yang mulia. Di antaranya
1. Mengaitkan wisata dengan ibadah,
sehingga mengharuskan adanya safar -atau wisata- untuk menunaikan salah satu
rukun dalam agama yaitu haji pada bulan-bulan tertentu. Disyariatkan umrah ke
Baitullah Ta’ala dalam satahun.
Ketika
ada seseorang datang kepada Nabi sallallahu alaihi wa sallam minta izin untuk
berwisata dengan pemahaman lama, yaitu safar dengan makna kerahiban atau sekedar menyiksa diri, Nabi
sallallahu alaihi wa sallam memberi petunjuk kepada maksud yang lebih mulia dan
tinggi dari sekedar berwisata dengan mengatakan kepadanya, “Sesunguhnya wisatanya
umatku adalah berjihad di jalan Allah.” (HR. Abu Daud, 2486, dinyatakan hasan
oleh Al-Albany dalam Shahih Abu Daud dan dikuatkan sanadnya oleh Al-Iraqi dalam
kitab Takhrij Ihya Ulumuddin, no. 2641). Perhatikanlah bagaimana Nabi
sallallahu alaihi wa sallam mengaitkan wisata yang dianjurkan dengan tujuan
yang agung dan mulia.
2.
Demikian pula, dalam pemahaman Islam, wisata dikaitkan dengan ilmu dan pengetahuan.
Pada
permulaan Islam, telah ada perjalanan sangat agung dengan tujuan mencari ilmu
dan menyebarkannya. Sampai Al-Khatib Al-Bagdady menulis kitab yang terkenal
‘Ar-Rihlah Fi Tolabil Hadits’, di dalamnya beliau mengumpulkan kisah orang yang
melakukan perjalanan hanya untuk mendapatkan dan mencari satu hadits saja.
Di
antaranya adalah apa yang diucapkan oleh sebagian tabiin terkait dengan firman
Allah Ta’ala:
التَّائِبُونَ الْعَابِدُونَ
الْحَامِدُونَ السَّائِحُونَ الرَّاكِعُونَ السَّاجِدونَ الآمِرُونَ بِالْمَعْرُوفِ
وَالنَّاهُونَ عَنِ الْمُنكَرِ وَالْحَافِظُونَ لِحُدُودِ اللّهِ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ
“Mereka
itu adalah orang-orang yang bertaubat, beribadah, memuji, melawat, ruku, sujud,
yang menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah berbuat munkar dan yang memelihara
hukum-hukum Allah. Dan gembirakanlah orang-orang mukmin itu." (QS. At-Taubah: 112)
Ikrimah
berkata ‘As-Saa'ihuna’ mereka adalah pencari ilmu. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi
Hatim dalam tafsirnya, 7/429. Silakan
lihat Fathul Qadir, 2/408. Meskipun penafsiran yang benar menurut mayoritas
ulama salaf bahwa yang dimaksud dengan ‘As-Saaihin’ adalah orang-orang yang berpuasa.
2. Di
antara maksud wisata dalam Islam adalah mengambil pelajaran dan peringatan.
Dalam Al-Qur’anulkarim terdapat perintah untuk berjalan di muka bumi di
beberapa tempat. Allah berfirman:
قُلْ سِيرُوا
فِي الْأَرْضِ ثُمَّ انْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ
“Katakanlah:
Berjalanlah di muka bumi, kemudian perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang
yang mendustakan itu “(QS. Al-An’am: 11)
Dalam
ayat lain,
قُلْ
سِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُجْرِمِينَ
“Katakanlah: 'Berjalanlah kamu (di muka) bumi, lalu
perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang berdosa.” (QS. An-Naml: 69)
Al-Qasimi
rahimahullah berkata; ”Mereka berjalan dan pergi ke beberapa tempat untuk
melihat berbagai peninggalan sebagai nasehat, pelajaran dan manfaat lainnya."
(Mahasinu At-Ta’wil, 16/225)
4. Mungkin di antara maksud yang paling
mulia dari wisata dalam Islam adalah berdakwah kepada Allah Ta’ala, dan
menyampaikan kepada manusia cahaya yang diturunkan kepada Muhammad sallallahu
alaihi wa sallam. Itulah tugas para Rasul dan para Nabi dan orang-orang setelah
mereka dari kalangan para shahabat semoga, Allah meridhai mereka. Para shabat
Nabi sallallahu alaihi wa sallam telah menyebar ke ujung dunia untuk
mengajarkan kebaikan kepada manusia, mengajak mereka kepada kalimat yang benar.
Kami berharap wisata yang ada sekarang mengikuti wisata yang memiliki tujuan mulia dan agung.
5. Yang terakhir dari pemahaman wisata
dalam Islam adalah safar untuk merenungi keindahan ciptaan Allah Ta’la,
menikmati indahnya alam nan agung sebagai pendorong jiwa manusia untuk
menguatkan keimanan terhadap keesaan Allah dan memotivasi menunaikan kewajiabn
hidup.
Karena
refresing jiwa perlu untuk memulai semangat kerja baru. Allah subhanahu wa ta’ala
berfirman:
قُلْ
سِيرُوا فِي الأَرْضِ فَانظُرُوا كَيْفَ بَدَأَ الْخَلْقَ ثُمَّ اللَّهُ يُنشِئُ النَّشْأَةَ
الْآخِرَةَ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْء
قَدِيرٌ ٍ
"Berjalanlah
di (muka) bumi, maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari
permulaannya, kemudian Allah menjadikannya sekali lagi. Sesungguhnya Allah Maha
Kuasa atas segala sesuatu. (QS. Al-Ankabut: 20)
Dalam
ajaran Islam yang bijaksana terdapat hukum yang mengatur dan mengarahkan
agar wisata tetap menjaga maksud-maksud
yang telah disebutkan tadi, jangan sampai keluar melewati batas, sehingga
wisata menjadi sumber keburukan dan
dampak negatif bagi masyarakat. Di antara hukum-hukum itu adalah:
1.
Mengharamkan safar dengan maksud mengagungkan tempat tertentu kecuali tiga
masjid. Dari Abu Hurairah radhiallahu
anhu sesungguhnya Nabi sallallahu’alai wa sallam bersabda:
لا
تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلا إِلَى ثَلاثَةِ مَسَاجِدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِ
الرَّسُولِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَسْجِدِ الأَقْصَى
“Tidak
dibolehkan melakukan perjalanan kecuali ke tiga masjid, Masjidil Haram, Masjid
Rasulullah sallallahu’alaihi wa saal dan Masjidil Aqsha." (HR. Bukhari,
no. 1132, Muslim, no. 1397)
Hadits
ini menunjukkan akan haramnya promosi
wisata yang dinamakan Wisata Religi ke selain tiga masjid, seperti ajakan
mengajak wisata ziarah kubur, menyaksikan tempat-tempat peninggalan kuno,
terutama peninggalan yang diagungkan manusia, sehingga mereka terjerumus
dalam berbagai bentuk kesyirikan yang
membinasakan. Dalam ajaran Islam tidak ada pengagungan pada tempat tertentu
dengan menunaikan ibadah di dalamnya sehingga menjadi tempat yang diagungkan selain tiga tempat tadi.
Abu
Hurairah radhiallahu anhu berkata, "Aku pergi Thur (gunung Tursina di Mesir), kemudian aku
bertemu Ka’ab Al-Ahbar, lalu duduk bersamanya, lau beliau menyebutkan hadits
yang panjang, kemudian berkata,
"Lalu aku bertemu Bashrah bin Abi Bashrah Al-Ghifary dan berkata,
"Dari mana kamu datang?" Aku menjawab, "Dari (gunung) Thur.
"Lalu beliau mengatakan, "Jika aku
menemuimu sebelum engkau keluar ke sana, maka (akan melarang) mu pergi,
karena aku mendengar Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Jangan
melakukan perjalanan kecuali ke tiga masjid, ke Masjidil Haram, Masjidku ini
dan Masjid Iliyya atau Baitul Maqdis." (HR. Malik dalam Al-Muwatha, no.
108. Nasa’i, no. 1430, dinyatakan shahih oleh Al-Albany dalam Shahih An-Nasa’i)
Maka
tidak dibolehkan memulai perjalanan menuju tempat suci selain tiga tempat ini.
Hal itu
bukan berarti dilarang mengunjungi masjid-masjid yang ada di negara
muslim, karena kunjungan kesana dibolehkan, bahkan dianjurkan. Akan tetapi yang
dilarang adalah melakukan safar dengan niat seperti itu. Kalau ada tujuan lain dalam safar, lalu diikuti
dengan berkunjung ke (masjid), maka hal itu tidak mengapa. Bahkan terkadang
diharuskan untuk menunaikan jum’at dan shalat berjamaah. Yang keharamannya
lebih berat adalah apabila kunjungannya ke tempat-tempat suci agama lain.
Seperti pergi mengunjungi Vatikan atau patung Budha atau lainnya yang serupa.
2. Ada juga dalil yang mengharamkan wisata
seorang muslim ke negara kafir secara umum. Karena berdampak buruk terhadap
agama dan akhlak seorang muslim, akibat bercampur dengan kaum yang tidak
mengindahkan agama dan akhlak. Khususnya apabila tidak ada keperluan dalam
safar tersebut seperti untuk berobat, berdagang atau semisalnya, kecuali cuma
sekedar bersenang senang dan rekreasi. Sesungguhnya Allah telah menjadikan
negara muslim memiliki keindahan penciptaan-Nya, sehingga tidak perlu pergi ke negara
orang kafir.
Syekh
Shaleh Al-Fauzan hafizahullah berkata: “Tidak boleh Safar ke negara kafir,
karena ada kekhawatiran terhadap akidah, akhlak, akibat bercampur dan menetap
di tengah orang kafir di antara mereka. Akan tetapi kalau ada
keperluan mendesak dan tujuan yang benar untuk safar ke negara mereka seperti
safar untuk berobat yang tidak ada di negaranya atau safar untuk belajar yang
tidak didapatkan di negara muslim atau safar untuk berdagang, kesemuanya ini
adalah tujuan yang benar, maka dibolehkan safar ke negara kafir dengan syarat
menjaga syiar keislaman dan memungkinkan melaksanakan agamanya di negeri
mereka. Hendaklah seperlunya, lalu kembali ke negeri Islam”. Adapun kalau
safarnya hanya untuk wisata, maka tidak dibolehkan. Karena seorang muslim tidak
membutuhkan hal itu serta tidak ada manfaat yang sama atau yang lebih kuat
dibandingkan dengan bahaya dan kerusakan pada agama dan keyakinan. (Al-Muntaqa
Min Fatawa Syekh Al-Fauzan, 2 soal no. 221)
Penegasan
tentang masalah ini telah diuraikan dalam situs kami secara terperinci dan panjang lebar. Silakan lihat soal no. 13342,
8919, 52845.
3. Tidak diragukan lagi bahwa ajaran Islam
melarang wisata ke tempat-tempat rusak yang terdapat minuman keras, perzinaan,
berbagai kemaksiatan seperti di pinggir pantai yang bebas dan acara-acara bebas
dan tempat-tempat kemaksiatan. Atau juga diharamkan safar untuk mengadakan
perayaan bid’ah. Karena seorang muslim diperintahkan untuk menjauhi kemaksiatan
maka jangan terjerumus (kedalamnya) dan jangan duduk dengan orang yang
melakukan itu.
Para
ulama dalam Al-Lajnah dan Ad-Daimah mengatakan: “Tidak diperkenankan bepergian
ke tempat-tempat kerusakan untuk berwisata. Karena hal itu mengundang bahaya
terhadap agama dan akhlak. Karena ajaran Islam datang untuk menutup peluang
yang menjerumuskan kepada keburukan." (Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 26/332)
Bagaimana
dengan wisata yang menganjurkan kemaksiatan dan prilaku tercela, lalu kita
ikut mengatur, mendukung dan
menganjurkannya?
Para
ulama Al-Lajnah Ad-Daimah juga berkata: “Kalau wisata tersebut mengandung unsur
memudahkan melakukan kemaksiatan dan kemunkaran serta mengajak kesana, maka
tidak boleh bagi seorang muslim yang beriman kepada Allah dan hari Akhir
membantu untuk melakukan kemaksiatan kepada Allah dan menyalahi perintahNya.
Barangsiapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah, maka Allah akan mengganti
yang lebih baik dari itu. (Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 26/224)
4. Adapun berkunjung ke bekas peninggalan
umat terdahulu dan situs-situs kuno , jika itu adalah bekas tempat turunnya azab, atau tempat suatu
kaum dibinasakan sebab kekufurannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka
tidak dibolehkan menjadikan tempat ini sebagai tempat wisata dan hiburan.
Para
Ulama dalam Al-Lajnah Ad-Daimah ditanya, ada di kota Al-Bada di provinsi Tabuk terdapat peninggalan kuno dan
rumah-rumah yang diukir di gunung. Sebagian orang mengatakan bahwa itu adalah
tempat tinggal kaum Nabi Syu’aib alaihis salam. Pertanyaannya adalah, apakah
ada dalil bahwa ini adalah tempat
tinggal kaum Syu’aib –alaihis salam- atau tidak ada dalil akan hal itu? dan apa
hukum mengunjungi tempat purbakala itu bagi orang yang bermaksuk untuk sekedar
melihat-lihat dan bagi yang bermaksud mengambil pelajaran dan nasehat?
Mereka
menjawab: “Menurut ahli sejarah dikenal bahwa tempat tinggal bangsa Madyan
yang diutus kepada mereka Nabiyullah
Syu’aib alaihis shalatu was salam berada di arah barat daya Jazirah Arab yang sekarang dinamakan Al-Bada
dan sekitarnya. Wallahu’alam akan kebenarannya. Jika itu benar, maka tidak
diperkenankan berkunjung ke tempat ini dengan tujuan sekedar melihat-lihat. Karena Nabi sallallahu’alaihi
wa sallam ketika melewati Al-Hijr, yaitu tempat tinggal bangsa Tsamud (yang dibinasakan) beliau
bersabda:
“Janganlah kalian memasuki tempat tinggal orang-orang
yang telah menzalimi dirinya, khawatir kalian tertimpa seperti yang menimpa
mereka, kecuali kalian dalam kondisi manangis. Lalu beliau menundukkan kepala
dan berjalan cepat sampai melewati sungai." (HR. Bukhari, no. 3200 dan
Muslim, no. 2980)
Ibnu
Qayyim rahimahullah berkomentar ketika menjelaskan manfaat dan hukum yang
diambil dari peristiwa perang Tabuk, di antaranya adalah barangsiapa yang
melewati di tempat mereka yang Allah murkai dan turunkan azab, tidak sepatutnya
dia memasukinya dan menetap di dalamnya, tetapi hendaknya dia mempercepat
jalannya dan menutup wajahnya hingga lewat. Tidak boleh memasukinya kecuali
dalam kondisi menangis dan mengambil pelajaran. Dengan landasan ini, Nabi
sallallahu’alaihi wa sallam menyegerakan jalan di wadi (sungai) Muhassir antara
Mina dan Muzdalifah, karena di tempat itu Allah membinasakan pasukan gajah dan
orang-orangnya." (Zadul Ma’ad, 3/560)
Al-Hafiz
Ibnu Hajar rahimahullah berkata dalam menjelaskan hadits tadi, "Hal ini
mencakup negeri Tsamud dan negeri lainnya yang sifatnya sama
meskipun sebabnya terkait dengan mereka." (Fathul Bari, 6/380).
Silakan
lihat kumpulan riset Majelis Ulama Saudi Arabia jilid ketiga, paper dengan
judul Hukmu Ihyai Diyar Tsamud (hukum
menghidupkan perkampungan Tsamud). Juga silahkan lihat soal jawab no. 20894.
5. Tidak dibolehkan juga wanita bepergian tanpa
mahram. Para ulama telah memberikan fatwa haramnya wanita pergi haji atau umrah
tanpa mahram. Bagaimana dengan safar untuk wisata yang di dalamnya banyak
tasahul (mempermudah masalah) dan campur baur yang diharamkan? Silakan lihat
soal jawab no. 4523, 45917, 69337 dan 3098.
6. Adapun mengatur wisata untuk orang
kafir di negara Islam, asalnya dibolehkan. Wisatawan kafir kalau diizinkan oleh
pemerintahan Islam untuk masuk maka diberi keamanan sampai keluar. Akan tetapi
keberadaannya di negara Islam harus terikat dan menghormati agama Islam, akhlak
umat Islam dan kebudayaannya. Dia pun di larang mendakwahkan agamanya dan tidak
menuduh Islam dengan batil. Mereka juga tidak boleh keluar kecuali dengan
penampilan sopan dan memakai pakaian yang sesuai untuk negara Islam, bukan
dengan pakaian yang biasa dia pakai di negaranya dengan terbuka dan tanpa baju.
Mereka juga bukan sebagai mata-mata atau spionase untuk negaranya. Yang
terakhir tidak diperbolehkan berkunjung ke dua tempat suci; Mekkah dan Madinah.
Tidak
tersembunyi bagi siapa pun bahwa dunia wisata sekarang lebih dominan dengan
kemaksiatan, segala perbuatan buruk dan melanggar yang diharamkan, baik sengaja
bersolek diri, telanjang di tempat-tempat umum, bercampur baur yang bebas,
meminum khamar, memasarkan kebejatan, menyerupai orang kafir, mengambil
kebiasaan dan akhlaknya bahkan sampai penyakit mereka yang
berbahaya. Belum lagi, menghamburkan uang yang banyak dan waktu serta
kesungguhan. Semua itu dibungkus dengan nama wisata. Maka ingatlah bagi yang
mempunyai kecemburuan terhadap agama, akhlak dan umatnya kepada Allah subhanahu
wa ta’ala, jangan sampai menjadi penolong untuk mempromosikan wisata fasik ini.
Akan tetapi hendaknya memeranginya dan memerangi ajakan mempromosikannya. Hendaknya bangga
dengan agama, wawasan dan akhlaknya. Hal tersebut akan menjadikan negeri kita
terpelihara dari segala keburukan dan mendapatkankan pengganti keindahan
penciptaan Allah ta’ala di negara islam yang terjaga.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 10. TAHUN 2009
TENTANG KEPARIWISATAAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa keadaan
alam, flora, dan
fauna, sebagai karunia
Tuhan Yang Maha Esa,
serta peninggalan purbakala, peninggalan
sejarah, seni, dan
budaya yang dimiliki bangsa
Indonesia merupakan sumber daya
dan modal pembangunan kepariwisataan untuk peningkatan kemakmuran dan
kesejahteraan rakyat sebagaimana terkandung
dalam Pancasila dan Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
b. bahwa kebebasan melakukan
perjalanan dan memanfaatkan waktu luang dalam wujud berwisata merupakan bagian
dari hak asasi manusia
c. bahwa kepariwisataan merupakan
bagian integral dari
pembangunan nasional yang dilakukan secara sistematis, terencana,
terpadu, berkelanjutan, dan bertanggung jawab dengan tetap memberikan
perlindungan terhadap nilai-nilai
agama, budaya yang hidup dalam masyarakat, kelestarian dan
mutu lingkungan hidup, serta kepentingan nasional
d. bahwa pembangunan kepariwisataan
diperlukan untuk mendorong pemerataan kesempatan berusaha dan memperoleh
manfaat serta mampu menghadapi tantangan perubahan kehidupan lokal, nasional,
dan global
e. bahwa Undang-Undang Nomor 9 Tahun
1990 tentang Kepariwisataan tidak sesuai lagi dengan tuntutan dan perkembangan
kepariwisataan sehingga perlu diganti
f. bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf
e perlu membentuk Undang-Undang tentang Kepariwisataan
Mengingat :
Pasal 20 dan
Pasal 21 Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
UNDANG-UNDANG TENTANG KEPARIWISATAAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1.
Wisata adalah
kegiatan perjalanan yang
dilakukan oleh seseorang atau
sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan
rekreasi, pengembangan pribadi, atau
mempelajari keunikan daya tarik wisata yang
dikunjungi dalam jangka
waktu sementara.
2. Wisatawan adalah orang yang melakukan wisata.
3. Pariwisata adalah
berbagai macam kegiatan wisata
dan didukung berbagai
fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha,
Pemerintah, dan Pemerintah Daerah.
4. Kepariwisataan adalah keseluruhan
kegiatan yang terkait
dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin
yang muncul sebagai wujud kebutuhan
setiap orang dan
negara serta interaksi
antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan pengusaha.
5. Daya Tarik Wisata adalah segala
sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan
alam, budaya, dan
hasil buatan manusia yang menjadi
sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan.
6. Daerah tujuan
pariwisata yang selanjutnya disebut
Destinasi Pariwisata adalah
kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang di dalamnya terdapat daya
tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat
yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan.
7. Usaha Pariwisata
adalah usaha yang
menyediakan barang dan/atau
jasa bagi pemenuhan kebutuhan
wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata.
8. Pengusaha Pariwisata adalah orang
atau sekelompok orang yang melakukan kegiatan usaha pariwisata.
9. Industri Pariwisata adalah
kumpulan usaha pariwisata yang saling terkait dalam rangka menghasilkan barang
dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dalam penyelenggaraan pariwisata.
10. Kawasan Strategis Pariwisata
adalah kawasan yang memiliki fungsi utama pariwisata atau memiliki potensi untuk
pengembangan pariwisata yang mempunyai
pengaruh penting dalam satu atau lebih aspek, seperti pertumbuhan
ekonomi, sosial dan
budaya, pemberdayaan sumber
daya alam, daya
dukung lingkungan hidup,
serta pertahanan dan
keamanan.
11. Kompetensi adalah seperangkat
pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan
dikuasai oleh pekerja pariwisata untuk mengembangkan profesionalitas
kerja.
12. Sertifikasi adalah proses
pemberian sertifikat kepada usaha dan pekerja
pariwisata untuk mendukung peningkatan mutu produk pariwisata,
pelayanan, dan pengelolaan kepariwisataan.
13. Pemerintah Pusat, selanjutnya
disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan
pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
14. Pemerintah Daerah adalah
Gubernur, Bupati atau Walikota,
dan perangkat daerah
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
15. Menteri adalah
menteri yang tugas
dan tanggung jawabnya di bidang kepariwisataan.
BAB II
ASAS, FUNGSI, DAN TUJUAN
Pasal 2
Kepariwisataan diselenggarakan berdasarkan asas:
a. manfaat
b. kekeluargaan
c. adil dan merata
d. keseimbangan
e. kemandirian
f. kelestarian
g. partisipatif
h. berkelanjutan
i. demokratis
j. kesetaraan dan
k. kesatuan.
Pasal 3
Kepariwisataan berfungsi memenuhi kebutuhan jasmani, rohani, dan
intelektual setiap wisatawan dengan
rekreasi dan perjalanan serta
meningkatkan pendapatan negara
untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.
Pasal 4
Kepariwisataan bertujuan untuk:
a. meningkatkan pertumbuhan ekonomi
b. meningkatkan kesejahteraan rakyat
c. menghapus
d. memelihara kelestarian alam dan lingkungan hidup
e. memberdayakan masyarakat setempat
f. menjamin keterpaduan antarsektor,
antardaerah, antara pusat dan daerah
yang merupakan satu kesatuan sistemik
dalam kerangka otonomi
daerah, serta keterpaduan
antarpemangku kepentingan
g. mematuhi kode etik kepariwisataan
dunia dan kesepakatan internasional dalam
bidang pariwisata dan
h. memperkukuh keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
BAB IV
PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN
Pasal 6
Pembangunan kepariwisataan dilakukan berdasarkan asas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 yang diwujudkan melalui pelaksanaan rencana
pembangunan kepariwisataan dengan memperhatikan keanekaragaman, keunikan, dan
kekhasan budaya dan alam, serta kebutuhan manusia untuk berwisata.
Pasal 7
Pembangunan kepariwisataan meliputi:
a. industri pariwisata
b. destinasi pariwisata
c. pemasaran dan
d. kelembagaan kepariwisataan.
Pasal 8
(1)
Pembangunan
kepariwisataan dilakukan berdasarka rencana induk pembangunan kepariwisataan
yang terdiri atas rencana induk pembangunan kepariwisataan nasional, rencana
induk pembangunan kepariwisataan provinsi, dan rencana induk pembangunan
kepariwisataan kabupaten/kota.
(2)
Pembangunan
kepariwisataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian
integral dari rencana pembangunan
jangka panjang nasional.
Pasal 9
(1)
Rencana
induk pembangunan kepariwisataan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2)
Rencana
induk pembangunan kepariwisataan provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
ayat (1) diatur dengan Peraturan Daerah provinsi.
(3)
Rencana
induk pembangunan kepariwisataan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (1) diatur dengan Peraturan Daerah kabupaten/kota.
(4)
Penyusunan
rencana induk pembangunan kepariwisataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ayat (2), dan
ayat (3) dilakukan
dengan melibatkan pemangku kepentingan.
(5)
Rencana
induk pembangunan kepariwisataan sebagaimana
dimaksud pada
ayat (4) meliputi perencanaan pembangunan industri
pariwisata, destinasi pariwisata,
pemasaran, dan kelembagaan
kepariwisataan.
Pasal 10
Pemerintah dan Pemerintah Daerah mendorong penanaman modal dalam
negeri dan penanaman modal asing di
bidang kepariwisataan sesuai dengan rencana induk pembangunan kepariwisataan
nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.
Pasal 11
Pemerintah bersama lembaga yang
terkait dengan kepariwisataan menyelenggarakan penelitian dan pengembangan
kepariwisataan untuk mendukung pembangunan kepariwisataan.
BAB V
KAWASAN STRATEGIS
Pasal 12
(1)
Penetapan
kawasan strategis pariwisata dilakukan dengan memperhatikan aspek:
a.
sumber daya
pariwisata alam dan budaya yang potensial menjadi daya tarik pariwisata
b. potensi pasar
c. lokasi strategis yang berperan menjaga persatuan bangsa dan
keutuhan wilayah
d. perlindungan terhadap lokasi
tertentu yang mempunyai peran strategis dalam menjaga fungsi dan daya dukung
lingkungan hidup
e. lokasi strategis
yang mempunyai peran
dalam usaha pelestarian dan
pemanfaatan aset budaya
f. kesiapan dan dukungan masyarakat dan
g. kekhususan dari wilayah.
(2) Kawasan strategis
pariwisata dikembangkan untuk
berpartisipasi dalam terciptanya
persatuan dan kesatuan bangsa, keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia serta peningkatan kesejahteraan masyarakat.
(3) Kawasan strategis pariwisata
harus memperhatikan aspek budaya, sosial, dan agama masyarakat setempat.
Pasal 13
(1)
Kawasan
strategis pariwisata sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12 ayat
(1) dan ayat
(2) terdiri atas
kawasan strategis pariwisata
nasional, kawasan strategis
pariwisata provinsi, dan
kawasan strategis pariwisata kabupaten/kota.
(2)
Kawasan
strategis pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian
integral dari rencana tata ruang wilayah
nasional, rencana tata
ruang wilayah provinsi,
dan rencana tata
ruang wilayah kabupaten/kota.
(3)
Kawasan
strategis pariwisata nasional ditetapkan oleh Pemerintah, kawasan strategis
pariwisata provinsi ditetapkan oleh Pemerintah Daerah provinsi, dan kawasan
strategis pariwisata kabupaten/kota ditetapkan oleh Pemerintah Daerah
kabupaten/kota.
(4)
Kawasan
pariwisata khusus ditetapkan dengan undang-undang.
BAB VI
USAHA PARIWISATA
Pasal 14
(1) Usaha pariwisata meliputi, antara lain:
a. daya tarik wisata
b. kawasan pariwisata
c. jasa transportasi wisata
d. jasa perjalanan wisata
e. jasa makanan dan minuman
f. penyediaan akomodasi
g. penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi
h. penyelenggaraan
pertemuan, perjalanan insentif,
konferensi, dan pameran
3.6 Kesimpulan
Laporan
PKL ini menggali informasi tentang Pengembangan Branding Wisata Bowele Sebagai
Destinasi Ekowisata Kabupaten Malang. Kabupaten Malang yang terletak di
provinsi Jawa Timur memiliki keindahan di sektor wisatanya, baik dari
wisata buatan maupun
wisata alamnya sehingga Kabupaten Malang layak menjadi
destinasi favorit wisatawan yang
datang ke kota Malang. Deretan pantai cantik banyak membuat decak kagum
wisatawan.
Kabupaten
Malang yang terletak di provinsi Jawa Timur memiliki keindahan di sektor wisatanya, baik dari
wisata buatan maupun wisata alamnya sehingga Kabupaten Malang layak menjadi destinasi favorit wisatawan yang
datang ke kota Malang. Deretan pantai cantik banyak membuat decak kagum
wisatawan. Tanjung dan teluk yang ada merupakan tempat yang
indah dan sangat
layak untuk menjadi destinasi pariwisata yang dapat dikunjungi,
dari sekian banyak destinasi pariwisata yang ada, salah satunya merupakan
Ekowisata Bowele.
Ekowisata
Bowele berada tepatnya di Desa Purwodadi, Tirtoyudo, Kab. Malang, menurut hasil
Wawancara dengan Bapak Muklis, Ekowisata Bowele memiliki branding
”The Real Adventure” (petualangan yang sesungguhnya).
Berdasarkan
data yang didapatkan, Ekowisata Bowele ini memiliki keindahan wisata yang
didukung dari berbagai kombinasi wisata alam di sekitarnya. Nama “Bowele”
sendiri berasal dari singkatan beberapa nama pantai yang berada di sekitar desa
Purwodadi yaitu pantai Bolu-Bolu, Wedi Awu, dan Lenggoksono.
Adapun
permasalahan yang dihadapi oleh Ekowisata Bowele, masih banyak orang yang
belum mengetahui tentang adanya
tempa wisata ini dan juga belum mengetahui apa branding dari ekowisata bowele
ini.
Destination Branding ini akan didukung dengan
media-media pendukung komunikasi visual seperti iklan media cetak,
website dan lain-lain yang sesuai dengan sasaran dari perancangan ini. Maka penulis dengan ini juga
berharap supaya destination branding ini dapat membantu tercapainya tujuan
Dinas Pariwisataan dan Kebudayaan Kabupaten Malang untuk membangun citra dari
Ekowisata Bowele.
DAFTAR
PUSTAKA
Referensi Buku
Azis, M.,
Mintarti, S., Nadir,
M. (2015). Manajemen Investasi
Fundamental, Teknikal, Perilaku Investor dan Return Saham. Yogyakarta:
DEEPUBLISH (Grup Penerbitan CV BUDI UTAMA).
Burkart
and Medlik, 1974, ” Tourism Past, Present, and Future “,2nd edition, London,
Heinemann
Cobbinah, Patrick
Brandful. 2015. Contextualising the
meaning of ecotourism. Tourism Management Perspectives 16, p. 179–189
Departemen
Kebudayaan dan Pariwisata dan WWF-Indonesia. 2009. Prinsip dan Kriteria Ekowisata Berbasis Masyarakat113 : Departemen Kebudayaan dan Pariwisata,
Jakarta.
Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Malang. 2014. Visit Kabupaten Malang, Malang : Disbudpar.
Foster, Dennis
L. (2000). Travel and Tourism
Management. Jakarta: Rajawali Pers.
García
JC, D Orellana and E Araujo. 2013. The new model of tourism: Definition and
implementation of the principles of ecotourism in Galapagos. Pp. 95-99. In:
Galapagos Report 2011-2012. GNPS, GCREG, CDF and GC. Puerto Ayora, Galapagos,
Ecuador.
Gunn,
Clare A. 1979. Tourism Planning. New
York: Crane Russak & Company, Inc
Honey, Marta.
1999. Ecotourism and Sustanable
Development : Who own paradise ?. Island Press : Washington DC.
Hakim, Lukman.
2004. Dasar-dasar Ekowisata. Malang :
Bayu Media IES, 2002. Ecotourism
Statistical Fact Sheet. The International Ecotourism Society. Canberra,
Australia.
Inskeep
Edward. (1991). Tourism Planning An Integrated and Sustainable Development
Approach. New York: Van Nostrand Reinhold.
Kementerian
Kebudayaan dan Pariwisata dan WWF-Indonesia. (2009). Prinsip dan Kriteria Ekowisata
Berbasis Masyarakat. Jakarta: Direktorat Produk Wisata Direktorat
Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata Kementerian Kebudayaan dan
Pariwisata dan WWF-Indonesia.
Kotler,
Philip dan Keller, Kevin Lane. 2009. Manajemen
Pemasaran. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Lawson, F,
dan Baud Bovy,
M. 1998. Tourism and Recreation,
Handbook of Planning and Design. Oxford:
Architectural Press.
Landa, Robin.
(2006). Designing Brand Experiences. Thomson Delmar Learning.
Marsongko,
Paramita. (2000). Perencanaan Pariwisata III. Bandung: Sekolah Tinggi
Pariwisata Bandung
Neumeier, Marty.
(2003). The Brand Gap. Edisi kedua. New Riders Publisher Randal, Schuller.
(1987). Personal and Human Resources managrment. New York : West Publishing
company
Nugroho,
Iwan. 2015. Ekowisata dan Pembangunan
Berkelanjutan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Subadra,
I Nengah. 2008. Bali Tourism Watch: Ekowisata sebagai Wahana Pelestarian Alam.https://subadra.wordpress.com/2007/03/10/ekowisatawahana-pelestarian-alam. 29 Maret 2016.
Swarbrooke,
John. 1996. Development and Management of Visitor Attractions. Oxford:
Butterworth-Heinemann.
Al-Qur’an
dan Hadist
Al-Qur’an,
Surat Al-Ankabut ayat 20
Al-Qur’an,
Surat Al-An’am
ayat 11
Al-Qur’an, Surat An-Naml
ayat 69
Al-Qur’an,
Surat At-Taubah
ayat 112
Anis,
Ibrahim, et all. al-Mu’jam al-Wasit, Mesir : Majma’ al-Lughah al-Arabiyyah, 1972
Abu
Dawud, Sunan Abi Daud, Beirut: Dar al-Fikr, tt, Juz II.
Al-Ghazali, Imam.(2005). Ihya ‘Ulumudin (terjemahan).
Bandung : Pustaka
Ali,
Muhammad asy-Syaukani Rahimahullah, 2007, Fathul Qadir, (Jakarta: Pustaka
Azam).
Syaikh
Sholeh bin Fauzan al-Faudzan, AlMuntaqa min Fatawa, alih bahasa: Adil bin Ali
al-Furaidan, Beirut: Dar al-Hijrah,tt
Undang-undang
Anonimous.
1997. Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup.
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 10.Tahun 2009 tentang Kepariwisataan.
Undang-undang Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Kabupaten Malang, 2013, Peraturan Daerah Kabupaten Malang Nomor 10
tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar